Cari Blog Ini

Minggu, 10 Maret 2019

Gaya Belajar Siswa


Gaya Belajar Siswa
1.  Pengertian Gaya Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gaya adalah tingkah laku, gerak gerik dan sikap.[1] Sedangkan belajar adalah menuntut ilmu.[2]
Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses aktif untuk menuju satu arah tertentu yang dapat meningkatkan perbuatan, kemampuan atau pengertian baru. Menurut rumusan Gathrie and Brown;….“learning is always a case of improving same perfornce or gaining same new ability or understanding”.[3] Lebih lanjut Ernest R. Hilgard, merinci rumusan belajar sebagai berikut; ”learning is the process by which an activity originates or is changes through training procedures wheter in the laboratory or in the natural environment distinguished from changes by faktors not attributabel to training “.[4]

Berdasarkan rumusan tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa belajar adalah sesuatu yang dapat meningkatkan perbuatan, kemampuan, atau pengertian baru. Belajar juga dapat diartikan suatu proses yang dapat menghasilkan suatu aktivitas baru melalui pelatihan di laboratorium maupun di lingkungan alam, yang hasil tersebut berbeda dengan hasil yang diperoleh tanpa adanya proses latihan. Tokoh-tokoh pendidikan lain yang memaknai belajar sebagai proses perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Belajar adalah suatu proses latihan menuju perubahan yang akan menghasilkan.
sesuatu yang dapat diukur dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan, karena proses latihan tersebut telah melalui tahapan-tahapan sistematis yang telah dipersiapkan sebelumnya melalui uji coba secara ilmiah.
Perubahan dalam rumusan pengertian belajar tersebut dapat menyangkut semua aspek kepribadian individu, yang di dalamnya menyangkut penguasaan, pemahaman, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan, minat, apresiasi dan sebagainya. Demikian juga dengan pengalaman; ini berkenaan dengan segala bentuk membaca, melihat, mendengar, merasakan, melakukan, menghayati, membayangkan, merencanakan, melaksanakan, menilai, mencoba, menganalisis, dan sebagainya.[5]
Sementara itu, P. De Cecco William crow ford dalam bukunya The Psychology of Learning and Instruction mendefinisikan belajar adalah Learning is a relatively permanent change in a behavioral tendentcy and is the result of reinforced praktice,[6] Artinya “Belajar adalah perubahan yang relatif tetap dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek penguatan”.
Ws. Wingkel mendefinisikan belajar adalah “Suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”.[7]
Sedangkan menurut Adi W. Gunawan Pengertian gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berfikir, memproses dan mengerti suatu informasi.[8].
Hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan menggunakan gaya belajar yang dominan, saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yamg jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka.[9]
Ajaran Islam mewajibkan umatnya untuk belajar, salah satu di antara dimensi ajaran Islam yang paling menonjol adalah perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan. Belajar sebagaimana yang diperintah oleh Allah Swt di dalam Quran adalah belajar untuk membaca (Iqro’) seperti pada wahyu yang pertama kali turun. yaitu surat Al Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
 Artinya:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. Al-Alaq: 1-5). [10]
Para peneliti menemukan adanya berbagai macam gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan menurut kategori-kategori tertentu, dengan kesimpulan bahwa:
a.      Tiap murid belajar menurut cara sendiri yang kita sebut dengan gaya belajar.
b.  Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrumen tertentu
c.   Kesesuaian gaya belajar mempertinggi efektivitas belajar.
               Dengan demikian siswa yang mempunyai keragaman gaya belajar yang variatif dan untuk diharapkan akan dapat tercipta suasana belajar yang kondusif.
2.  Macam-macam Gaya Belajar
Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality).diantaranya:
a.  Gaya Belajar Visual
Gaya belajar macam ini berhubungan dengan masalah penglihatan siswa. Hal ini kaitannya dengan proses belajar seperti matematika (Geometri), bahasa mandarin dan arab, atau yang berkaitan dengan simbol-simbol atau letak simbol. Ciri-ciri dalam gaya belajar visual, antara lain:
1)      Selalu rapi dan teratur
2)      Berbicara dengan cepat
3)      Teliti pada detail
4)      Mementingkan   penampilan,   baik   dalam   hal   pakaian   maupun presentasi
5)      Pengeja yang baik dan dapat melihat kata- kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
6)      Mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar
7)      Mengingat dengan asosiasi visual
8)      Pembaca cepat dan tekun
9)      Suka membaca daripada dibacakan
10)  Suka mencoret-coret tanpa arti bila sedang berbicara atau mendengar
11)  Sering menjawab pertanyaan dengan singkat seperti ya dan tidak.
12)  Lebih suka memperagakan dari pada berbicara
13)  Lebih suka seni daripada musik
14)  Seringkali mengetahi apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata- kata
15)  Kadang-   kadang   kehilangan   konsentrasi   ketika   mereka   ingin memperhatikan
16)  Lebih mudah mengingat jika dibantu gambar[11]

Kendala dalam gaya belajar visual seperti terlambat menyalin pelajaran di papan tulis, dan tulisannya berantakan sehingga tidak mudah terbaca. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual umumnya lebih suka melihat daripada mendengarkan, umumnya mereka cenderung teratur, rapi dan berpakaian indah.
b. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar macam ini berhubungan dengan masalah pendengaran siswa. Hal ini ada kaitannya dengan proses belajar menghafal, membaca maupun matematika dalam mengerjakan soal cerita.
Ciri-ciri dalam gaya belajar Auditorial, antara lain:
1)      Mudah terganggu oleh keributan
2)      Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca
3)      Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
4)      Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada
5)      Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
6)      Berbicara dalam irama yang terpola
7)      Biasanya pembicara yang fasih
8)      Lebih suka musik dari pada seni
9)      Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
10)  Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu   panjang lebar
11)  Lebih pandai mengija dengan keras daripada menuliskannya
12)  Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.[12]
Kendala dalam gaya belajar auditorial ini adalah anak sering lupa apa yang dijelaskan guru. Sering keliru apa yang disampaikan oleh guru, dan juga sering lupa membuat tugas yang diperintahkan melalui lisan. Siswa yang menyukai gaya belajar auditorial umumnya tidak suka membaca buku petunjuk. Dia lebih suka bertanya untuk mendapatkan informasi yang diperlukannya.
c.  Gaya Belajar Kinestetik
Gaya belajar macam ini berhubungan dengan masalah gerak siswa. Hal ini kaitannya dengan proses belajar seperti pelajaran olah raga, menari dan percobaan-percobaan sains. Ciri-ciri dalam gaya belajar kinestetik, antara lain:
1)      Berbicara dengan perlahan
2)      Mudah terganggu oleh keributan
3)      Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4)      Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
5)      Mempunyai perkembangan awal oto-otot yang besar
6)      Belajar melalui memanipulasi dan praktik
7)      Memnghafal dengan cara berjalan dan melihat
8)      Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
9)      Banyak mengggunakan isyarat tubuh
10)   Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.[13]
         Kendala dalam gaya belajar kinestetik seperti anak cenderung tidak bisa diam. Siswa yang dengan gaya belajar seperti ini tidak dapat belajar di sekolah-sekolah yang bergaya konvensional dimana guru menjelaskan dan anak duduk diam. Siswa akan lebih cocok berkembang bila di sekolah dengan sistem active learning, di mana anak banyak terlibat dalam proses belajar. Siswa yang menyukai gaya belajar kinestetik umumnya lebih suka bergerak dan tidak betah duduk lama serta sering menundukkan kepala saat mendengarkan.
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki berbagai macam cara belajar, sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Peserta didik visual ini berbeda dengan pesrta didik audiotori yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatkan apa yang dikerjakan oleh guru,dan membuat catatan. Mereka mengandalkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran mereka mungkian banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung daam kegiatan,. Mereka cenderung impulsive (semau gue),dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dantidak karuan.[14] 
Sedangkan Seorang peneliti bidang psikologi, Herman Witkin, melalui studi risetnya mengemukakan 2 macam karakteristik Gaya Belajar yang dimiliki seseorang, yaitu: Gaya Belajar Global dan Gaya Belajar Analitik.[15]  
1). Gaya Belajar Global
 Anak yang memiliki gaya belajar global cenderung melihat segala sesuatu secara menyeluruh, dengan gambaran yang besar, namun demikian mereka dapat melihat hubungan antar satu bagian dengan bagian yang lain. Anak global juga dapat melihat hal-hal yang tersirat, serta menjelaskan permasalahan dengan kata-katanya sendiri. Mereka dapat melihat adanya banyak pilihan dalam mengerjakan tugas dan dapat mengerjakan beberapa tugas sekaligus[16].
Anak dengan gaya belajar global dapat bekerjasama dengan orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan fleksibel. Mereka senang bekerja keras untuk menyenangkan orang lain. Senang memberi dan menerima pujian, bahkan anak global cenderung memerlukan lebih banyak dorongan semangat dalam memulai mengerjakan sesuatu. Mereka menerima kritikan secara pribadi. Mereka akan mengalami kesulitan bila harus menjelaskan sesuatu setahap demi setahap.
 Orang dengan gaya belajar global dominan biasanya kurang memiliki kerapian, walau sebenarnya mereka memiliki keinginan besar untuk merapikan tempat belajarnya, namun seringkali keinginannya kurang terlaksana, akhirnya kertas-kertas tetap berantakan. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya orang global belajar untuk menyederhanakan sistemnya, dengan menyediakan map-map berwarna dengan kategori tertentu untuk menyimpan kertas-kertas yang menumpuk.
 Pikiran anak global dominan tidak pernah bisa terfokus pada satu masalah, pikirannya dapat pergi ke banyak arah sepanjang waktu. Apabila orang global mengerjakan satu tugas, lalu ada tugas baru yang muncul, maka dia akan mulai mengerjakan tugas kedua, meskipun  tugas pertamanya belum selesai. Untuk mengatasi keadaan ini sebaiknya mereka bekerja sama dengan orang lain, dengan janji saling menolong dalam menyelesaikan tugas sebelum mengerjakan yang lain. Mereka akan mudah berkonsentrasi bila ada seseorang yang bekerja bersamanya.
 Penundaan merupakan godaan nyata bagi anak global, mereka membutuhkan dorongan semangat untuk memulai tugas mereka. Untuk itu bila anda menginginkan anak global mengerjakan sesuatu sekarang, cobalah menawarkan untuk bekerja dengannya setidak-tidaknya untuk membuat dia memulai pekerjaannya.
  2). Gaya Belajar Analitik
 Anak yang memiliki gaya belajar analitik dalam memandang segala sesuatu cenderung lebih terperinci, spesifik, terorganisasi, dan teratur. Namun mereka kurang bisa memahami masalah secara menyeluruh.[17]
 Dalam mengerjakan tugas yang dibebankan kepadanya, anak analitik akan mengerjakan tugasnya secara teratur, dari satu tahap ke tahap berikutnya. Mereka memiliki kecenderungan untuk mengerjakan satu tugas dalam satu waktu, dan mereka belum akan mengerjakan tugas lain sebelum tugas pertamanya selesai. Mereka membutuhkan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas mereka, karena mereka tidak ingin ada satu bagian yang terlewat.
  Anak yang memiliki cara berpikir secara analitik seringkali memikirkan sesuatu berdasarkan logika. Selain itu mereka menilai fakta-fakta yang terjadi melebihi perasaannya. Mereka dapat menemukan fakta-fakta namun seringkali mereka kurang mengetahui gagasan utamanya, sehingga kadang dia tidak mengerti maksud dan tujuan dia dalam mengerjakan sesuatu.
 Anak yang memiliki gaya belajar analitik sangat sulit belajar bila ada gangguan, karena biasanya pikirannya hanya terfokus pada satu masalah saja. Untuk mengatasi keadaan ini, sebaiknya seorang anak analitik belajar sendirian, baru bergabung dengan temannya untuk bersosialisasi setelah selesai belajar.
 Anak analitik dominan dapat bekerja maksimal bila ada metode yang konsisten dan pasti dalam mengerjakan sesuatu, apalagi bila dia bisa menciptakan sistem sendiri dalam belajar. Untuk itu jadwal harian sangat membantu anak analitik merasakan adanya struktur dan hal-hal yang bisa diramalkan, sehingga mereka dapat menentukan dan memenuhi sasaran-sasaran yang jelas[18].
3.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar
Gaya belajar yang digunakan merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang yang satu dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri.
Pada beberapa sekolah dasar lanjutan di Amerika, para guru menyadari cara yang optimal dalam mempelajari informasi baru. Mereka memahami bahwa beberapa siswa perlu diajarkan cara-cara yang lain dari metode mengajar standar. Jika siswa-siswa ini diajar dengan metode standar kemungkinan kecil mereka dapat memahami apa yang diberikan. Mengetahui gaya belajar yang berbeda ini telah membantu para guru di mana pun untuk dapat mendekati semua atau hampir semua siswa hanya dengan menyampaikan informasi dengan gaya yang berbeda-beda.[19]
Rita Dunn, seorang pelopor di bidang gaya belajar, telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi gaya belajar siswa. Faktor-faktor tesebut antara lain:
a.       Faktor fisik
b.      Faktor emosional
c.       Faktor sosiologis
d.      Faktor lingkungan.[20]
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian siswa dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada siswa yang belajar paling baik secara berkelompok, sedangkan yang lain lagi memilih adanya figur yang otoriter seperti orang tua atau guru, yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagaian orang memerlukan musik sebagai iringan belajar, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam keadaan ruangan sepi. Ada siswa yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya dapat dilihat.
Ketika belajar siswa perlu berkosentrasi dengan baik. Untuk bisa berkonsentrasi dengan baik, perlu adanya lingkungan yang mendukung belajar siswa. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar siswa antara lain:
1.       Suara
Tiap siswa mempunyai reaksi yang bebeda-beda terhadap suara, ada yang menyukai belajar dengan mendengarkan musik lembut, keras ataupun nonton televisi. Ada juga yang menyukai belajar dalam suasana sepi dan ada juga yang menyukai belajar dalam suasana ramai dalam belajar kelompok.
2.       Pencahayaan
Pencahayaan merupakan faktor yang kurang pengaruhnya kurang dirasakan dibandingkan pengaruh suara. Hal ini dapat diatur dengan mudah dan pencahayaan yang dibutuhkan siswa agar dapat berkosentrasi dalam belajar.
3.       Temperatur
Tiap siswa juga mempunyai selera yang berbeda-beda. Ada yang suka tempat sejuk, ada juga yang lebih menyukai tempat yang hangat.
4.       Desain belajar
Desain belajar ada dua macam, yaitu desain belajar formal dan belajar desain belajar tidak formal. Desain formal contohnya belajar di meja belajar lengkap dengan alat-alatnya, sedang desain tidak formal belajar dengan santai, duduk di lantai, duduk di sofa ataupun sambil tiduran.

C. Metode Pembelajaran Interaktif
      1. Pengertian Metode Pembelajaran Interaktif
Motode pembelajaran Interaktif adalah suatu cara atau teknik pembelajaran yang digunakan guru pada saat menyajikan bahan pelajaran dimana guru pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif, yakni interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar.[21] Dalam proses mengajar seorang guru harus mengajak siswa untuk mendengarkan, menyajikan media yang dapat dilihat, memberi kesempatan untuk menulis dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan sehingga terjadi dialog kreatif yang menunjukan proses belajar mengajar yang interaktif.
                Metode berasal dari bahasa Yunani “Greek”, yakni “Metha”, berarti melalui , dan “Hadas” artinya cara, jalan, alat atau gaya. Dengan kata lain, metode artinya “jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu”.[22]
Dalam    Kamus    Besar    Bahasa    Indonesia,    susunan    W.J.S. Poerwadarminta, bahwa “metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud”.[23] Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pengertian metode adalah “ cara kerja yang sistematis untuk mempermudah sesuatu kegiatan dalam mencapai maksudnya”.[24]  Dalam metodologi pengajaran agama  Islam pengertian metode adalah suatu cara “seni” dalam mengajar.[25] Sedangkan secara terminologi atau istilah, menurut Mulyanto Sumardi, bahwa “metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan penyajian materi pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan dan didasarkan atas approach”.[26] Selanjutnya H. Muzayyin Arifin mengatakan bahwa “metode adalah salah satu alat atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.[27]
Dari beberapa pengertian tersebut di atas jelaslah bahwa metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, maka diperlukan pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan yang sejelas-jelasnya merupakan persyaratan terpenting sebelum seorang guru menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat.
            Menurut UU Nomor 20 pasal 1 ayat 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
             Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan Tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Dari uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa metode pembelajaran adalah suatu usaha atau cara yang dilakukan oleh guru (pendidik) dalam menyampaikan mareri pelajaran kepada siswa yang bertujuan agar murid dapat menerima dan menanggapi serta mencerna pelajaran dengan mudah secara efektif dan efisien, sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan baik. Dengan demikian metode pembelajaran merupakan alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.[28]


[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia
, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 46
[2] Ibid., h. 15
[3] Edwin Gathrie and Francis F. Brown, Educational Psychology, (New York:    Press
Company, 1950), h. 145.
[4] Ernest R Hilgard, Theories of Learning, (New York: Appleton Century CroftsInc, 1968),
h. 5.
[5] Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 156.
   [6] John P. De Cecco William Crow Ford, The Psychology of Learning and Instruction,
(India: Ofset Press, 2001, cet. IV, h. 170.
   [7] Ws. Wingkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Grasindo, 2004), Cet. V, h. 54
                   [8] Adi Gunawan, Genius Lesrning Strategy Petunjuk Proses Mengajar, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2004, h. 139.
                    [9] Umi Machmudah dan Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning dalam Pembelajaran
Bahas Arab,
(Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 1.
                    [10] A. Hafidz Dasuki dkk, Quran dan Terjemahannya, (Surabaya: CV. Jaya Sakti, 2002), cet. V, h. 1080.
[11]  Bobbi De Porter, Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan,
(Quantum Learning: Unleashing The Genius In You), (Bandung: Kaifa,
2002)
,h.116
[12] Ibid, h.118
[13] Ibid,h.116
[14] Melvin L. Silbermen, penerjemah raisul muttaqien,  Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif  (Bandung:Nuansa 2006) h.28
[14]   Cynthia Ulrich Tobias, Cara Mereka Belajar, (Harvest Publication House),h.117


[16]Ibid,h.118


[17] Ibid,h.120
[18] Cynthia Ulrich Tobias op,cit, h.139
[19] Bobbi De Porter, Mike Hernacki, op,cit., h. 110.
[20] Ibid., h. 110.
[21]  Syaiful Bahri Djamarah, Ragam Metode Pembelajaran Interaktif, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997). h, 194
[22] H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Buna Aksara), 1987, h. 97.
[23] W. J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka),
1986, h. 649.
[24]Peter Salim, et-al, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English),
1991, h. 1126.
[25] Ramayulis, Metodologi Pengaaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulya), 2001, cet.
ke-3, h. 107
[26] Mulyanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing, (Jakarta: Bulan Bintang), 1997, h. 12.
[27]H. Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Umum dan Agama, (Semarang: PT. CV. Toha
Putera), 1987, h. 90.
[28] Departemen Agama, Metodologi Pendidikan Agama Islam,(Jakarta : Direktorat jenderal Kelembagaan Agama Islam,2002), h. 88

Tidak ada komentar: