Gaya Belajar
Siswa
1. Pengertian Gaya
Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gaya adalah
tingkah laku, gerak gerik dan sikap.[1] Sedangkan belajar adalah
menuntut ilmu.[2]
Belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses aktif untuk menuju satu
arah tertentu yang dapat meningkatkan perbuatan, kemampuan atau pengertian baru. Menurut rumusan Gathrie and Brown;….“learning is always a
case of improving same perfornce or gaining same new ability or understanding”.[3]
Lebih lanjut Ernest R. Hilgard, merinci rumusan belajar sebagai berikut; ”learning is the
process by which an activity originates or is changes through training procedures
wheter in the laboratory or in the natural environment distinguished
from changes by faktors
not attributabel to training “.[4]
Berdasarkan rumusan
tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa
belajar adalah sesuatu yang dapat meningkatkan perbuatan, kemampuan, atau pengertian baru. Belajar juga dapat diartikan suatu proses yang dapat menghasilkan suatu aktivitas baru melalui pelatihan di
laboratorium maupun di lingkungan alam, yang hasil
tersebut berbeda dengan hasil yang diperoleh tanpa adanya proses latihan.
Tokoh-tokoh pendidikan lain yang memaknai belajar sebagai proses perubahan
perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Belajar adalah suatu proses latihan menuju perubahan yang
akan menghasilkan.
sesuatu
yang dapat diukur dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan, karena proses latihan tersebut telah melalui tahapan-tahapan sistematis yang telah dipersiapkan sebelumnya melalui uji coba secara ilmiah.
Perubahan dalam
rumusan pengertian belajar tersebut dapat menyangkut
semua aspek kepribadian individu, yang di dalamnya menyangkut
penguasaan, pemahaman, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan, minat, apresiasi dan
sebagainya. Demikian juga dengan pengalaman; ini berkenaan dengan segala
bentuk membaca, melihat, mendengar, merasakan,
melakukan, menghayati, membayangkan, merencanakan, melaksanakan, menilai, mencoba, menganalisis, dan
sebagainya.[5]
Sementara itu, P. De Cecco William crow
ford dalam bukunya The Psychology of Learning and Instruction mendefinisikan
belajar adalah Learning is a relatively permanent change in a behavioral
tendentcy and is the result of reinforced praktice,[6]
Artinya “Belajar adalah
perubahan yang relatif tetap dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai
hasil dari praktek penguatan”.
Ws. Wingkel mendefinisikan belajar adalah “Suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap perubahan itu bersifat
secara relatif konstan dan berbekas”.[7]
Sedangkan menurut
Adi W. Gunawan Pengertian gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam
melakukan kegiatan berfikir, memproses dan mengerti suatu informasi.[8].
Hasil riset menunjukkan
bahwa murid yang belajar dengan menggunakan gaya belajar yang dominan, saat
mengerjakan tes, akan mencapai nilai yamg jauh lebih tinggi dibandingkan bila
mereka belajar dengan cara yang tidak
sejalan dengan gaya belajar mereka.[9]
Ajaran Islam
mewajibkan umatnya untuk belajar, salah satu di antara dimensi ajaran
Islam yang paling menonjol adalah perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Belajar sebagaimana yang diperintah oleh Allah Swt di dalam Quran adalah
belajar untuk membaca (Iqro’)
seperti pada wahyu yang
pertama kali turun. yaitu surat Al Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya” (QS. Al-Alaq: 1-5).
[10]
Para peneliti
menemukan adanya berbagai macam gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan
menurut kategori-kategori tertentu, dengan kesimpulan bahwa:
a.
Tiap murid belajar
menurut cara sendiri yang kita sebut dengan gaya belajar.
b.
Kita dapat menemukan gaya
belajar itu dengan instrumen tertentu
c.
Kesesuaian gaya belajar
mempertinggi efektivitas belajar.
Dengan demikian siswa yang mempunyai keragaman
gaya belajar yang variatif dan untuk
diharapkan akan dapat tercipta suasana belajar yang kondusif.
2. Macam-macam Gaya
Belajar
Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi
dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat tiga jenis gaya
belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi
(perceptual modality).diantaranya:
a. Gaya Belajar Visual
Gaya belajar macam ini berhubungan dengan
masalah penglihatan siswa. Hal ini kaitannya dengan proses belajar seperti
matematika (Geometri), bahasa mandarin dan arab, atau yang berkaitan dengan simbol-simbol atau letak simbol. Ciri-ciri dalam
gaya belajar visual, antara lain:
1)
Selalu rapi dan teratur
2)
Berbicara dengan cepat
3)
Teliti pada detail
4)
Mementingkan penampilan,
baik dalam hal
pakaian maupun presentasi
5)
Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-
kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
6)
Mengingat apa yang dilihat dari pada yang
didengar
7)
Mengingat dengan asosiasi visual
8)
Pembaca cepat dan tekun
9)
Suka membaca daripada dibacakan
10) Suka
mencoret-coret tanpa arti bila sedang berbicara atau mendengar
11) Sering
menjawab pertanyaan dengan singkat seperti ya dan tidak.
12) Lebih suka
memperagakan dari pada berbicara
13) Lebih suka
seni daripada musik
14)
Seringkali mengetahi apa yang harus
dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata- kata
15)
Kadang-
kadang kehilangan konsentrasi
ketika mereka
ingin memperhatikan
16)
Lebih mudah mengingat jika dibantu gambar[11]
Kendala dalam gaya belajar visual seperti
terlambat menyalin pelajaran di papan tulis, dan tulisannya berantakan sehingga
tidak mudah terbaca. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual umumnya lebih
suka melihat daripada mendengarkan, umumnya mereka cenderung teratur, rapi dan
berpakaian indah.
b. Gaya Belajar Auditorial
Gaya belajar macam ini berhubungan dengan masalah
pendengaran siswa. Hal ini ada kaitannya dengan proses belajar menghafal, membaca maupun matematika dalam
mengerjakan soal cerita.
Ciri-ciri dalam gaya belajar Auditorial, antara lain:
1)
Mudah terganggu oleh keributan
2)
Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan dibuku ketika
membaca
3)
Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
4)
Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada
5)
Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita
6)
Berbicara dalam irama yang terpola
7)
Biasanya pembicara yang fasih
8)
Lebih suka musik dari pada seni
9)
Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
dari pada yang dilihat
10) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan
sesuatu panjang lebar
11) Lebih pandai mengija dengan keras daripada
menuliskannya
12) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.[12]
Kendala dalam gaya
belajar auditorial ini adalah anak sering lupa apa yang dijelaskan guru. Sering
keliru apa yang disampaikan oleh guru, dan juga sering lupa membuat tugas yang
diperintahkan melalui lisan. Siswa yang menyukai gaya belajar auditorial
umumnya tidak suka membaca buku petunjuk. Dia lebih suka bertanya untuk mendapatkan informasi yang diperlukannya.
c.
Gaya Belajar Kinestetik
Gaya belajar macam ini berhubungan dengan
masalah gerak siswa. Hal ini kaitannya dengan proses belajar seperti pelajaran
olah raga, menari dan percobaan-percobaan sains. Ciri-ciri dalam gaya belajar
kinestetik, antara lain:
1) Berbicara dengan perlahan
2) Mudah terganggu oleh keributan
3) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
4) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
5) Mempunyai perkembangan awal oto-otot yang besar
6) Belajar melalui memanipulasi dan praktik
7) Memnghafal dengan cara berjalan dan melihat
8) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
9)
Banyak mengggunakan isyarat tubuh
10) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.[13]
Kendala dalam gaya belajar kinestetik seperti anak cenderung
tidak bisa diam. Siswa yang dengan gaya belajar seperti ini tidak dapat belajar
di sekolah-sekolah yang bergaya konvensional
dimana guru menjelaskan dan anak duduk diam. Siswa akan lebih cocok
berkembang bila di sekolah dengan sistem active learning, di mana anak
banyak terlibat dalam proses belajar. Siswa yang menyukai gaya belajar
kinestetik umumnya lebih suka bergerak dan
tidak betah duduk lama serta sering menundukkan kepala saat
mendengarkan.
Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki
berbagai macam cara belajar, sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik
hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya mereka ini menyukai
penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang
dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu
oleh kebisingan. Peserta didik visual ini berbeda dengan pesrta didik audiotori
yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatkan apa yang dikerjakan oleh
guru,dan membuat catatan. Mereka mengandalkan kemampuan untuk mendengar dan
mengingat. Selama pelajaran mereka mungkian banyak bicara dan mudah teralihkan
perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestetik belajar
terutama dengan terlibat langsung daam kegiatan,. Mereka cenderung impulsive
(semau gue),dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah
bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar
boleh jadi tampak sembarangan dantidak karuan.[14]
Sedangkan Seorang peneliti bidang psikologi, Herman Witkin, melalui studi risetnya
mengemukakan 2 macam karakteristik Gaya Belajar yang dimiliki seseorang, yaitu:
Gaya Belajar Global dan Gaya Belajar Analitik.[15]
1). Gaya Belajar Global
Anak yang memiliki gaya belajar global cenderung melihat segala sesuatu secara menyeluruh,
dengan gambaran yang besar, namun demikian mereka dapat melihat
hubungan antar satu bagian dengan bagian yang lain. Anak global juga
dapat melihat hal-hal yang tersirat, serta menjelaskan
permasalahan dengan kata-katanya sendiri. Mereka dapat melihat adanya
banyak pilihan dalam mengerjakan tugas dan dapat mengerjakan beberapa tugas
sekaligus[16].
Anak dengan gaya belajar global dapat bekerjasama dengan orang lain, peka terhadap perasaan
orang lain dan fleksibel. Mereka senang bekerja keras untuk
menyenangkan orang lain. Senang memberi dan menerima pujian, bahkan
anak global cenderung memerlukan lebih banyak dorongan semangat dalam
memulai mengerjakan sesuatu. Mereka menerima kritikan secara pribadi.
Mereka akan mengalami kesulitan bila harus menjelaskan sesuatu setahap demi setahap.
Orang dengan gaya belajar
global dominan biasanya kurang memiliki kerapian, walau sebenarnya
mereka memiliki keinginan besar untuk merapikan tempat belajarnya, namun
seringkali keinginannya kurang terlaksana, akhirnya kertas-kertas
tetap berantakan. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya orang global
belajar untuk menyederhanakan sistemnya, dengan menyediakan map-map
berwarna dengan kategori tertentu untuk menyimpan
kertas-kertas yang menumpuk.
Pikiran anak global
dominan tidak pernah bisa terfokus pada satu masalah, pikirannya dapat
pergi ke banyak arah sepanjang waktu. Apabila orang global mengerjakan satu
tugas, lalu ada tugas baru yang muncul, maka dia akan mulai
mengerjakan tugas kedua, meskipun tugas pertamanya belum selesai.
Untuk mengatasi keadaan ini sebaiknya mereka bekerja sama dengan
orang lain, dengan janji saling menolong dalam menyelesaikan tugas
sebelum mengerjakan yang lain. Mereka akan mudah berkonsentrasi bila
ada seseorang yang bekerja bersamanya.
Penundaan merupakan
godaan nyata bagi anak global, mereka membutuhkan dorongan semangat untuk
memulai tugas mereka. Untuk itu bila anda menginginkan anak global
mengerjakan sesuatu sekarang, cobalah menawarkan untuk bekerja
dengannya setidak-tidaknya untuk membuat dia memulai pekerjaannya.
2). Gaya Belajar Analitik
Anak yang memiliki
gaya belajar analitik dalam memandang segala sesuatu cenderung lebih
terperinci, spesifik, terorganisasi, dan teratur. Namun mereka
kurang bisa memahami masalah secara menyeluruh.[17]
Dalam mengerjakan
tugas yang dibebankan kepadanya, anak analitik akan mengerjakan tugasnya
secara teratur, dari satu tahap ke tahap berikutnya. Mereka
memiliki kecenderungan untuk mengerjakan satu tugas dalam satu waktu,
dan mereka belum akan mengerjakan tugas lain sebelum tugas pertamanya
selesai. Mereka membutuhkan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugas
mereka, karena mereka tidak ingin ada satu bagian yang terlewat.
Anak yang memiliki
cara berpikir secara analitik seringkali memikirkan sesuatu
berdasarkan logika. Selain itu mereka menilai fakta-fakta yang terjadi
melebihi perasaannya. Mereka dapat menemukan fakta-fakta namun
seringkali mereka kurang mengetahui gagasan utamanya, sehingga kadang dia
tidak mengerti maksud dan tujuan dia dalam mengerjakan sesuatu.
Anak yang memiliki
gaya belajar analitik sangat sulit belajar bila ada gangguan, karena biasanya
pikirannya hanya terfokus pada satu masalah saja. Untuk mengatasi keadaan
ini, sebaiknya seorang anak analitik belajar sendirian, baru
bergabung dengan temannya untuk bersosialisasi setelah selesai
belajar.
Anak analitik
dominan dapat bekerja maksimal bila ada metode yang konsisten dan pasti dalam
mengerjakan sesuatu, apalagi bila dia bisa menciptakan sistem sendiri
dalam belajar. Untuk itu jadwal harian sangat membantu anak analitik
merasakan adanya struktur dan hal-hal yang bisa diramalkan, sehingga mereka
dapat menentukan dan memenuhi sasaran-sasaran yang jelas[18].
3. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Gaya Belajar
Gaya belajar yang digunakan merupakan kunci
untuk mengembangkan kinerja dalam belajar. Perlu disadari bagaimana orang yang
satu dengan yang lain menyerap dan menggali informasi, dan dapat menjadikan
belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan gaya sendiri.
Pada beberapa sekolah dasar lanjutan di
Amerika, para guru menyadari cara yang optimal dalam mempelajari informasi
baru. Mereka memahami bahwa beberapa siswa perlu diajarkan cara-cara yang lain
dari metode mengajar standar. Jika siswa-siswa ini diajar dengan metode standar
kemungkinan kecil mereka dapat memahami apa yang diberikan. Mengetahui gaya
belajar yang berbeda ini telah membantu para guru di mana pun untuk dapat
mendekati semua atau hampir semua siswa hanya dengan menyampaikan informasi
dengan gaya yang berbeda-beda.[19]
Rita Dunn, seorang pelopor di bidang gaya
belajar, telah menemukan banyak variabel yang mempengaruhi gaya belajar siswa.
Faktor-faktor tesebut antara lain:
a.
Faktor fisik
b.
Faktor emosional
c.
Faktor sosiologis
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat
disimpulkan bahwa sebagian siswa dapat belajar paling baik dengan cahaya yang
terang, sedang sebagian yang lain
dengan pencahayaan yang suram. Ada siswa yang belajar paling baik
secara berkelompok, sedangkan yang lain lagi memilih adanya figur yang otoriter
seperti orang tua atau guru, yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah
yang paling efektif bagi mereka. Sebagaian orang memerlukan musik sebagai
iringan belajar, sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam
keadaan ruangan sepi. Ada siswa yang memerlukan lingkungan kerja yang teratur
dan rapi, tetapi yang lain lagi lebih suka menggelar segala sesuatunya supaya
dapat dilihat.
Ketika belajar siswa perlu berkosentrasi
dengan baik. Untuk bisa berkonsentrasi dengan baik, perlu adanya lingkungan
yang mendukung belajar siswa. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
konsentrasi belajar siswa antara lain:
1. Suara
Tiap siswa mempunyai reaksi yang bebeda-beda
terhadap suara, ada yang menyukai belajar dengan mendengarkan musik lembut,
keras ataupun nonton televisi. Ada juga yang menyukai belajar dalam suasana
sepi dan ada juga yang menyukai belajar dalam suasana ramai dalam belajar
kelompok.
2. Pencahayaan
Pencahayaan merupakan faktor yang kurang
pengaruhnya kurang dirasakan dibandingkan pengaruh suara. Hal ini dapat diatur dengan mudah dan pencahayaan yang
dibutuhkan siswa agar dapat berkosentrasi dalam belajar.
3. Temperatur
Tiap siswa juga
mempunyai selera yang berbeda-beda. Ada yang suka tempat sejuk, ada juga yang
lebih menyukai tempat yang hangat.
4. Desain belajar
Desain belajar ada dua
macam, yaitu desain belajar formal dan belajar desain belajar tidak formal.
Desain formal contohnya belajar di meja belajar lengkap dengan alat-alatnya,
sedang desain tidak formal belajar dengan santai, duduk di lantai, duduk di
sofa ataupun sambil tiduran.
C. Metode Pembelajaran Interaktif
1. Pengertian
Metode Pembelajaran Interaktif
Motode pembelajaran Interaktif
adalah suatu cara atau teknik pembelajaran yang digunakan guru pada saat
menyajikan bahan pelajaran dimana guru pemeran utama dalam menciptakan situasi
interaktif yang edukatif, yakni interaksi antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan
belajar.[21] Dalam proses
mengajar seorang guru harus mengajak siswa untuk mendengarkan, menyajikan media
yang dapat dilihat, memberi kesempatan untuk menulis dan mengajukan pertanyaan
atau tanggapan sehingga terjadi dialog kreatif yang menunjukan proses belajar
mengajar yang interaktif.
Metode berasal dari
bahasa Yunani “Greek”, yakni “Metha”, berarti melalui , dan “Hadas”
artinya cara, jalan, alat atau gaya. Dengan kata lain, metode artinya “jalan
atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu”.[22]
Dalam
Kamus Besar Bahasa
Indonesia, susunan W.J.S. Poerwadarminta,
bahwa “metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud”.[23]
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer pengertian metode adalah “ cara kerja yang sistematis untuk mempermudah sesuatu kegiatan dalam
mencapai maksudnya”.[24] Dalam metodologi pengajaran agama Islam pengertian metode adalah suatu cara “seni” dalam mengajar.[25]
Sedangkan secara terminologi atau istilah, menurut Mulyanto Sumardi, bahwa
“metode adalah rencana menyeluruh yang berhubungan dengan penyajian materi
pelajaran secara teratur dan tidak saling bertentangan dan didasarkan atas
approach”.[26]
Selanjutnya H. Muzayyin Arifin mengatakan bahwa “metode adalah salah satu alat
atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.[27]
Dari beberapa pengertian tersebut di atas jelaslah bahwa metode
merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, maka diperlukan
pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan yang sejelas-jelasnya
merupakan persyaratan terpenting sebelum seorang guru menentukan dan memilih
metode mengajar yang tepat.
Menurut UU Nomor 20 pasal 1 ayat 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan Tabiat, serta pembentukan
sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik agar
dapat belajar dengan baik.
Dari uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa metode
pembelajaran adalah suatu usaha atau cara yang dilakukan oleh guru (pendidik)
dalam menyampaikan mareri pelajaran kepada siswa yang bertujuan agar murid
dapat menerima dan menanggapi serta mencerna pelajaran dengan mudah secara
efektif dan efisien, sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran
tersebut dapat tercapai dengan baik. Dengan demikian metode pembelajaran
merupakan alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.[28]
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 46
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 46
[2] Ibid., h. 15
[3] Edwin Gathrie and Francis F. Brown, Educational
Psychology, (New York: Press
Company, 1950), h. 145.
Company, 1950), h. 145.
[4] Ernest R Hilgard, Theories
of Learning, (New York: Appleton Century CroftsInc, 1968),
h. 5.
h. 5.
[5] Nana Syaodih
Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 156.
[11] Bobbi
De Porter, Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar
Nyaman
dan Menyenangkan, (Quantum Learning: Unleashing The Genius In You), (Bandung: Kaifa,
2002),h.116
dan Menyenangkan, (Quantum Learning: Unleashing The Genius In You), (Bandung: Kaifa,
2002),h.116
[12] Ibid, h.118
[13] Ibid,h.116
[14] Melvin L. Silbermen, penerjemah raisul muttaqien, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif (Bandung:Nuansa 2006) h.28
[14] Cynthia Ulrich Tobias,
Cara Mereka Belajar,
(Harvest Publication
House),h.117
[20] Ibid., h. 110.
[21] Syaiful Bahri Djamarah, Ragam
Metode Pembelajaran Interaktif, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997). h, 194
[22] H. Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Buna Aksara), 1987, h. 97.
[23] W. J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka),
1986, h. 649.
1986, h. 649.
[24]Peter Salim, et-al, Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Modern English),
1991, h. 1126.
1991, h. 1126.
[25] Ramayulis, Metodologi Pengaaran Agama
Islam, (Jakarta: Kalam Mulya), 2001, cet.
ke-3, h. 107
ke-3, h. 107
[26] Mulyanto Sumardi, Pengajaran Bahasa
Asing, (Jakarta: Bulan Bintang), 1997, h. 12.
[27]H. Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Umum dan
Agama, (Semarang: PT. CV. Toha
Putera), 1987, h. 90.
Putera), 1987, h. 90.
[28] Departemen Agama, Metodologi Pendidikan Agama Islam,(Jakarta
: Direktorat jenderal Kelembagaan Agama Islam,2002), h. 88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar