A. Hafalan al-Qur’an
1.
Pengertian Hafalan al-Qur’an
Hafalan
dalam bahasa Arab disebut tahfizh yang merupakan bentuk masdar sulasi
mazid biziyadati tadh’if dari kata haffazha yang artinya: membawanya
untuk menjaganya (menghafalnya).[1]
Sedangkan
menurut Abdul Aziz Abdur Rouf, hafalan al-Qur’an atau tahfizh al-Qur’an
adalah upaya untuk menghafal al-Qur’an sampai tertanam benar dalam ingatan dan
siap menjaganya agar tidak hilang dari ingatan.[2]
2.
Kaidah Menghafal al-Qur’an
Kaidah dalam menghafal al-Qur’an sangat
diperlukan agar proses yang kita lakukan saat menghafal al-Qur’an bisa
membuahkan hasil yang kita harapkan. Menurut Ahmad Salim Badwilan ada beberapa
kaidah dalam menghafal al-Qur’an yaitu:
a.
Ikhlas
Ikhlas
merupakan landasan pokok dari berbagai macam ibadah. Barangsiapa yang ingin
dimuliakan Allah dalam menghafal al-Qur’an, maka ia harus niatkan untuk mencari
keridhaan Allah semata.
b.
Memperbaiki ucapan dan bacaan
Barangsiapa
yang ingin menghafal al-Qur’an, maka ia harus belajar kepada guru yang
benar-benar menguasainya, tidak cukup bersandar kepada dirinya saja.
Karakteristik yang paling penting dari al-Qur’an
c.
Menentukan ukuran hafalan harian
Menentukan
sejumlah ayat untuk dihafal setiap hari, apakah satu atau dua halaman. Dalam
menentukan jumlah ayat ini, kita harus mendasarkan kepada kemampuan kita.
d.
Memperkuat hafalan
Sesorang
yang mulai menghafal al-Qur’an tidak sepantasnya berpindah pada hafalan baru
sebelum memperkuat hafalan yang yangtelah ia lakukan sebelumnya secara
sempurna.
e.
Memakai satu mushaf
Posisi-posisi
ayat dalam mushaf akan tergambar dalam benak penghafal, sebab seringnya membaca
dan melihat pada mushaf. Oleh karena itu, jika seseorang penghafal ada yang
mengganti mushafnya, maka hal ini bisa menyebabkan kekacauan pikiran. Berpegang
pada satu mushaf saja adalah yang paling baik.
f.
Menyertai hafalan dengan pemahaman
Diantara
yang membantu penghafal dalam menghafal al-Qur’an adalah memahami keterkaitan
antara sebagian ayat dengan lainnya.
g.
Mengikat awal surat dengan akhir surat
Setelah
selesai menghafal surat secara utuh, yang paling baik bagi seorang penghafal
adalah jangan beralih dulu kepada surat lain kecuali jika telah dilakukan
pengikatan (pengaitan) antara awal surat yang dihafal dengan akhir surat.
Dengan demikian, penghafalan setiap surat membentuk satu kesatuan yang
terhubung dan kuat, yang tidak terpisah.
h.
Mengikat hafalan dengan mengulang dan mengkajinya
bersama-sama
Seseorang
yang menghafal al-Qur’an maka ia harus mengikatnya dengan cara mengulang-ulangi
hafalan dan mengajinya bersama-sama secara terus menerus.[3]
Menurut
Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq ada sepuluh kaidah pokok dalam
menghafal al-Qur’an yaitu:
a.
Ikhlas
b.
Tekad yang kuat dan bulat
c.
Pahamilah besarnya nilai amalan anda
d.
Amalkan apa yang anda hafalkan
e.
Membentengi diri dari jerat-jerat dosa
f.
Berdoalah
g.
Pahamilah makna ayat dengan benar
h.
Menguasai ilmu tajwid
i.
Sering mengulang-ulang bacaan
j.
Melakukan shalat secara khusyuk dengan ayat-ayat (surat)
yang telah dihafal.[4]
Ada beberapa hal yang harus
dipenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an, seb agaimana Ahsin W. al-Hafiz
mengatakan sebagai berikut:
a. Mampu mengosongkan benaknya dari
pikiran-pikiran dan permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan
mengganggunya.
b. Niat yang ikhlas
Niat yang kuat dan
sungguh-sungguh akan menghantarkan seseorang ke tempat tujuan, dan akan
membentengi atau menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan
merintanginya. Niat mempunyai peranan penting dalam melakukan sesuatu, antara
lain sebagai motor dalam usaha mencapai suatu tujuan. Di samping itu niat juga
berfungsi sebagai pengaman dari menyimpangnya suatu proses yang sedang
dilakukannya dalam mencapai cita-cita, termasuk dalam menghafal al-Qur’an.
Tanpa adanya suatu niat
yang jelas maka perjalana untuk mencapai suatu tujuan akan mudah sekali
terganggu dan terpesongkan oleh kendala-kendala yang setiap saat siap untuk
menghancurkannya. Justru niat yang bermuatan dan berorientasi ibadah, dan
ikhlas karena Allah swt akan memicu timbulnya kesetiaan dalam menghafal al-Qur’an,
karena dengan demikian, bagi orang yang memiliki niat ibadah maka menghafal al-Qur’an
tidak lagi menjadi beban yang dipaksakan, akan tetapi justru sebaliknya, ia
akan menjadi suatu kesenangan dan kebutuhan. Kesadaran seperti ini yang memang
seharusnya mendominasi jiwa setiap penghafal al-Qur’an.[5]
c.
Istiqamah
Yang di maksud dengan istiqamah
yaitu konsisten. Seorang penghafal yang konsisten akan sangat menghargai waktu.
Betapa tidak, kapan dan dimana saja waktu terluang, intuisinya segera mendorong
untuk segera kembali kepada al-Qur’an.
d.
Menjauhkan
diri dari sifat-sifat tercela
e.
Bersedia
mengulang-ulang materi yang dihafal[6]
3.
Metode menghafal al-Qur’an
Selain
metode ALYAQIN, ada beberapa metode lain yang bisa dikembangkan dalam rangka
memudahkan orang-orang yang ingin menghafal al-Qur’an. Metode-metode itu
adalah:
a.
Metode Wahdah
Maksud dari metode ini adalah menghafal satu
persatu terhadap ayat-ayat yang hendak di hafal. Untuk mencapai hafalan awal,
setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau lebih sehingga proses ini
ini mampu membenttuk pola dalam bayangannya. Dengan demikian penghafal akan
mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalnya bukan saja dengan bayangannya,
akan tetapi sehingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisannya.[7]
Kelemahan dari metode ini adalah penghafal
hanya mampu untuk melafazkan ayat-ayat, tetapi akan sulit untuk, tetapi akan
sulit untuk menuliskan ayat-ayat tersebut.
b.
Metode Kitabah
Kitabah artinya menulis.[8]
Dalam metode ini para penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan
dihafalnya pada secarik kertas/buku, kemudian ayat-ayat tersebut dibaca
sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dengan berkali-kali menuliskannya
sehingga ia dapat memperhatikan sekaligus menghafalnya.
Berapa banyak ayat tersebut ditulis
tergantung kemampuan penghafal. Mungkin cukup sekali, dua kali atau bahkan
lebih sepuluh kali sehingga ia betul-betul menghafal ayat yang dihafalnya.[9]
Metode ini cukup praktis dan baik, karena disamping membaca dengan lisan, aspek
visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola
hafalan dalam bayangan.
c.
Metode Sima’i
Sima’i artinya mendengar. Metode ini
dengan cara mendengarkan suatu bacaan untuk dihafal. Metode ini sangat efektif
bagi para penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal
tuna netra, atau anak-anak di bawah umur yang belum mengenal tulis baca al-Qur’an
Metode ini digunakan dengan dua alternatif:
1)
Mendengarkan dari guru yang membimbing, terutama bagi
penghafal tuna netra dan anak-anak. Dalam keadaan seperti ini pembimbing
dituntut untuk lebih berperan aktif, sabar dan harus membacakan satu persatu
ayat untuk dihafalnya. Sehingga penghafal mampu menghafalnya secara sempurna,
baru kemudian dilanjutkan ke ayat berikutnya.
2)
Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafal ke
dalam pita kaset sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian kaset diputar dan
didengar secara seksama sambil mengikutinya secara perlahan-lahan. Kemudian
diulangi lagi, dan seterusnya menurut kebutuhan sehingga ayat-ayat tersebut
benar-benar hafal di luar kepala. Setelah hafalannya dianggap cukup mapan, maka
barulah berpindah ke ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama.[10]
d.
Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan antara metode
pertama dan metode kedua, yaitu metode wahdah dan metode kitabah.
Hanya saja kitabah (menulis) disini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang
telah dihafalnya.
Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai
menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di kertas
yang telah disediakan untuk menulis hafalan tersebut. Jika ia telah mampu
memproduksi kembali ayat-ayat yang dihafalnya dalam bentuk tulisan, maka ia
bisa melanjutkan kembali untuk menghafal ayat-ayat berikutnya.
Apabila penghafal belum mampu memproduksi
hafalannya ke dalan bentuk tulisan secara baik., maka ia akan kembali
menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan yang valid,
demikian seterusnya.[11]
Adapun kelebihan metode ini adalah adanya fungsi ganda, yaitu berfungsi untuk
menghafal dan sekaligus untuk pemantapan hafalan.
e.
Metode Jama’i
Yang dimaksud dengan metode ini adalah cara
menghafal yang dilakukan secara kolektif, yaitu ayat-ayat yang dihafal dibaca
secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama,
instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan
bersam-sama. Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali
ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya.[12]
Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca
dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur dengan
sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan
demikian seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya benar-benar
sepenuhnya masuk dalam bayangan. Setelah semua siswa hafal, barulah kemudian
diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama. Cara ini termasuk
metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan disamping akan banyak membantu menghidupkan
daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.[13]
Selain metode di atas, menurut Abdud Daim
al-Kahil ada metode menghafal yang lain yang dapat membantu mempermudah dalam
menghafal dengan melalui tiga tahap yaitu:
a. Tahap mendengarkan murattal al-Qur’an
b. Tahap memahami, mentadaburi dan mendalami ayat-ayat al-Qur’an yang
kita dengarkan
c. Tahap menguatkan hafalan dengan membaca langsung dari mushaf[14]
Menurut Yahya bin Abdurrazaq Al-Ghausani ada
metode 5T dalam menghafal al-Qur’an
yaitu:
a.
Tahyi’ah Nafsiah, mempersipkan mental
b.
Taskhin, melakukan penghangatan.
Otak kita juga memerlukan penghangatan kurang lebih 6-8
menit. Baca kembali hafalan masa lalu
atau bacaan yang baru dihafal.
c.
Tarkiz, konsentrasi
Dalam mengahafal al-Qur’an dibutuhkan konsentrasi baik
konsentrasi redaksional maupun konsentrasi makna
d.
Tikrar atau mengulang-ulang
Menurut Sa’dulloh ada tiga macam metode untuk
menghafal al-Qur’an yaitu:
a. Metode
seluruhnya, yaitu membaca satu halaman dari baris pertama samapai baris
terakhir secara berulang-ulang samapai hafal.
b. Metode bagian,
yaitu orang menghafal ayat demi ayat, atau
kalimat yang dirangkaikan samapai
satu halaman
c. Metode campuran, yaitu kombinasi antara
metode seluruhnya dengan metode bagian. Mula-mula dengan membaca satu halaman
berulang-ulang, kemudian pada bagian tertentu dihafal tersendiri. Kemudian
diulang kembali secara keseluruhan.[16]
Selanjutnya Sa’dulloh menjelaskan ada sembilan cara mudah menghafal
al-Qur’an yaitu:
1)
Memahami makna ayat sebelum dihafal
2)
Mengulang-ulang membaca (bin-nazhar) sebelum menghafal
3)
Mendengarkan bacaan orang yang lebih ahli
4)
Sering menulis ayat-ayat al-Qur’an
5)
Memerhatikan ayat atau kalimat yang serupa
6)
Selalu mengulang-ulang (takrir) hafalan sendiri
7)
Mengulang (takrir) hafalan dalam shalat
8)
Mengulang (takrir) hafalan bersama-sama
9)
Mengulang (takrir) hafalan dihadapan guru.[17]
Menurut Abdussalan An-Nadani, Al-Hafizh
ada 8 langkah hebat hafal al-Qur’an yaitu:
1)
Lima ayat jangan lupa
Menghafal lima ayat dalam sehari berarti akan menghafal
150 ayat dalam satu bulan, apabila istiqamah dalam menghafal lima ayat dalam
sehari, maka dengan izin Allah akan hafal 1800 ayat di penghujung tahun, tidak
akan merasa lelah dan kesulitan.
2)
Belajar membaca dengan benar, fasih dalam mengucapkan
ayat, dan belajar bagaimana mengucapkan kalimat dengan benar
3)
Perhatikan bagian yang akan dihafal didalam otak dengan
sebaik mungkin
4)
Ulangi dan ulangi
Bacalah berulang-ulang setiap ayat yang dihafal sebanyak
dua puluh lima kali atau lebih. Kita tidak akan menghafal dengan baik kecuali
membaca ayat-ayat tersebut dengan berulang-ulang.
5)
Menyambung ayat dengan ayat yang selanjutnyasehingga
bacaan bagai anak panah yang melesat atau seperti jalan yang turun
6)
Ulangi seluruh bagian hafalan sebelum melakukan tasmi’
(memperdengarkannya kepada orang lain)
7)
Memperdengarkan hafalan kepada orang lain (tasmi’)
8)
Menulis halaman yang akan dihafal lima kali dalam buku
bersih[18]
4.
Keutamaan Menghafal al-Qur’an
Menghafal al-Qur’an
merupakan perbuatan yang sangat terpuji dan mulia. Banyak sekali hadis-hadis
Rasulullah SAW
yang mengungkapkan keutamaan orang yang belajar membaca, atau menghafal al-Qur’an.
Orang yang mempelajari atau membaca al-Qur’an merupakan orang-orang pilihan
yang memang dipiih oleh Allah swt untuk menerima warisan kitab suci al-Qur’an.
Banyak sekali faedah yang muncul
dari kesibukan menghafal al-Qur’an, di antara faedahnya antara lain:
a.
Kebahagiaan
dunia akhirat
b.
Sakinah
(tentram jiwanya)
c.
Tajam
ingatan dan bersih intuisinya
Ketajaman ingatan dan kebersihan
intuisinya itu muncul karena seorang penghafal al-Qur’an selalu berupaya
mencocokkan ayat-ayat yang dihafalnya dan membandingkan ayat-ayat yang
dihafalnya dan membandingkan ayat-ayat tersebut ke porosnya, baik dari segi
lafal (teks ayat) maupun dari segi pengertiannya.
Sedangkan bersihnya intuisinya itu
muncul karena seorang penghafal al-Qur’an senantiasa berada dalam lingkungan zikrullah dan selalu
dalam kondisi keinsyafan yang selalu meningkat, karena ia selalu mendapat
peringatan dari ayat-ayat yang
dihafalnya.[19]
Pada suatu ketika Ibnu Mas’ud
pernah didatangi oleh seorang yang sedang dilanda kegelisahan, jiwanya tidak
tentram dan kusut pikirannya. Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya agar mendatangani
tiga tempat, yaitu:
1)
Tempat orang
membaca al-Qur’an, memperhatikan dan mendengarkannya, atau engkau membacanya
sendiri dengan baik.
2)
Tempat pengajian
yang mengingatkan hati kepada Allah swt.
3)
Tempat yang suci
dan tenang, disana engkau berkhalwat dan takarrub (mendekat) kepada Allah swt.[20]
Maka orang itu pun kemudian bergegas mengambil air wudhu’ dan
membaca al-Qur’an dengan khusyu’. Setelah itu hatinya pun terasa tentram,
kegelisahannya pun hilang dan pikirannya pun menjadi tenang, karena mendapat air
kesejukan dari ayat-ayat yang dihafalnya.[21]
d.
Bahtera
Ilmu
Khazanah
ulumul Qur’an dan kandungannya akan banyak sekali terekam dan melekat dengan
kuat ke dalam pikiran orang yang menghafalnya. Dengan
demikian nilai-nilai al-Qur’an yang terkandung di dalamnya akan menjadi
motivator terhadap kreativitas pengembangan ilmu yang dikuasainya.
e.
Memiliki
identitas yang baik dan berpikir jujur
Seseorang yang hafal al-Qur’an
sudah selayaknya bahkan menjadi suatu kewajiban untuk berprilaku jujur dan
berjiwa qura’ani. Identitas demikian akan selalu terpelihara karena jiwanya
selalu mendapat peringatan dan teguran dari ayat-ayat al-Qur’an yang selalu
dibacanya.
f.
Fasih
dalam berbicara
Orang yang banyak
membaca atau menghafal al-Qur’an akan membentuk ucapannya tepat dan mengeluarkan
fonetik arab pada landasannya secara alam.
g.
Memiliki
doa yang mustajab
Orang yang hafal al-Qur’an
dan selalu konsekwensi dengan prediketnya sebagai hamalatul Quran merupakan
orang yang dikasihi Allah swt.
Menurut Abdul Aziz Abdul
Rauf al-Hafiz, ada beberapa keutamaan menghafal al-Qur’ana yaitu:
a.
Harakah (gerakan) dakwah akan lebih cepat memasyarakat di tengah umat,
mengingat media al-Qur’an adalah media yang paling mudah diterima, sekaligus
terjauhkan dari berbagai kecurigaan yang negative akibat salah paham sebagian
masyarakat.
b.
Meningkatnya kualitas ulama pada masa yang akan datang, kalau seorang anak
sejak dini sudah menguasai al-Qur’an dengan baik, tidak mustahil ia akan
menjadi mufassir yang handal, karena perhatiaanya ketika sudah dewasa tidak lagi
tercurah pada hal-hal yang terkait dengan teknis tilawah, namun lebih banyak
menggali kandungannya.
c.
Dengan akrabnya al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat akan semakin
kongkritlah janji Allah bahwa al-Qur’an suatu hal yang mudah dipelajari. Kemudahan
itu akan terlihat semakin banyaknya para penghafal al-Qur’an, sekaligus dapat
menghilangkan kesan bahwa menghafal al-Qur’an suatu hal yang sulit dan berat.
d.
Banyaknya
para penghafal al-Qur’an akan semakin meramaikan masjid-masjid Allah, karena
merekalah yang akan menjadi imam dengan membaca semua surat yang ada dalam al-Qur’an,
khususnya pada pelaksanaan kegiatan ibadah malam pada bulan Ramadhan.
e.
Terbentuknya
kesadaran yang merata di tengah-tengah masyarakat mulai dari tingkat yang
paling bawah sampai para kuli, penjual makanan, tukang sapu jalanan, dan
sebagainya sampai tingkat masyarakat paling atas. Bahwa al-Qur’an adalah sumber
yang dapat menyelamatkan kehidupannya. Kesadaran seperti ini akan menjadikan mereka siap berjuang untuk al-Qur’an bahkan bila perlu dengan harta dan jiwa
mereka. Sangat tidak mustahil Allah akan mengabulkan cita-cita para dari
seperti itu. Niat yang benar adalah modal yang paling besar untuk terlaksananya
semua cita cita tersebut di atas[22].
Keutamaan
menghafal al-Qur’an dapat dirasakan di
dunia dan akhirat, di antara keutamaannya adalah:
1.
Keutamaan
di dunia
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الصَّمَدِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ بُدَيْلٍ الْعُقَيْلِيُّ عَنْ اَبِيْهِ
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
ِللهِ أَهْلَيْنِ مِنَ النَّاسِ فَقِيْلَ مَنْ أَهْلُ اللهِ مِنْهُمْ قَالَ أَهْلُ
الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللهِ وَخَاصَّتُهُ (أخرجه أحمد بن حنبل)
“Telah memberitahukan
kepada kami Abdu Samad dan Abdurrahman bin Budail ‘Uqali dari bapaknya dari
Anas dia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga
yang terdiri dari para manusia” kata Anas selanjutnya: Lalu Rasulullah ditanya:
“Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Jawab beliau :”Yaitu ahlul Quran.
Mereka adalah keluarga Allah swt. dan yang istimewa bagi-Nya. (HR. Ahmad bin
Hanbal)”
b.
Rasullah memberikan penghargaan
khusus kepada orang yang hafal al-Qur’an. Rasulullah merekomendasikan orang
yang paling berhak untuk menjadi
imam adalah orang yang hafal al-Qur’an, sebagaimana sabda beliau:[24]
حَدَّثَنَا
أَبُوْبَكْرٍبْنُ أَبْيْ شَيْبَةَ وَأَبُوْ سَعِيْدٍ اْلأَشَخُّ كِلاَهُمَا عَنْ
أَبِيْ خَالِدٍ قَالَ أَبُوْبَكْرٍ حَدَثَنَا أَبُوْخَالِدٍ اْلأَحْمَرُ عَنْ
إِسْمَعِيْلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَوْسٍ بْنِ ضَمْعَجٍ عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ
اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَؤُمُّ الْقَوْمُ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ (رواه مسلم)
“Telah
memberitahukan kepada kami Abu Bakar bin Shaibah dan Abu Said al Asyad
dikatakan keduanya dari Abi Khalid dia berkata telah memberitahukan kepada kami
Abu Khalid al-Ahmar dari al-‘Amas dari Ismail bin Raja’ dari ‘Aus bin Dhom‘aj
dari Abu Mas’ud al Anshari ia berkata: “Yang menjadi imam suatu kaum adalah
yang paling banyak hafalannya. (HR. Muslim)”
Rasulullah menghormati penghafal al-Qur’an,
menempatkan mereka pada kedudukan tersendiri dan melebihkan mereka dari pada
yang lain. Sebagaimana dalam suatu riwayat, Rasulullah mengangkat pimpinan
delegasi orang yang menghafal al-Qur’an, sebagaimana sabda beliau:[25]
حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَناَ أَبُوْ أُسَامَةَ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْحَمِيْدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ سَعِيْدٍ الْمَقْبُرِيْ عَنْ عَطَاءٍ
مَوْلىَ أَبْيْ أَحْمَدَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قاَلَ بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْثًا وَهُمْ ذُوْ عَدَدٍ فَاسْتَقْرَأَهُمْ
فَاسْتَقْرَأَ كُّلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ مَا مَعَهُ مِنَ الْقُرْآنِ فَأَتَى عَلىَ
رَجُلٍ مِنْهُمْ مَنْ أَحْدَثُهُمْ سِنًّا فَقَالَ مَا مَعَكَ ياَ فُلاَنُ قَالَ
مَعِيْ كَذاَ وَكَذَا وَسُوْرَةُ الْبَقَرَةِ قَالَ اَمَعَكَ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
فَقَالَ نَعَمْ قاَلَ فاَذْهَبْ فَأَنْتَ أَمِيْرُهُمْ ....(رواه الترميذي
والنسائ)
“Dan
telah memberitahukan kepada kami Hasan bin Ali al Hulwan telah memberitakan
kepada kami Abu Husamah dan Abdul Hamid bin Ja’far dari Sa’id al Makburi dari
‘Atha’ Maula abi Ahmad dari Abu Hurairah ia berkata: “Telah mengutus Rasulullah
saw. Sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian rasul menguji hafalan
mereka, kemudian satu persatu disuruh membaca apa yang dihafal, maka sampailah
pada shahabi yang paling muda usianya. Beliau bertanya: “surat apa yang kau
hafal?” Ia menjawab, aku hafal surat ini…surat ini dan surat al-Baqarah”,
“Benarkah kamu hafal surat al-Baqarah?” Tanya rasul lagi. Shahabi menjawab:
“benar”. Rasul bersabda: “berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi
mereka. (HR. at-Turmudzi dan an- Nasa’i)”
c.
Hifzul quran merupakan ciri
orang yang diberi ilmu
Allah swt.
berfirman dalam surat al-Ankabut ayat 49:
ö@t/ uqèd 7M»t#uä ×M»oYÉit/ Îû Írßß¹ úïÏ%©!$# (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# 4 $tBur ßysøgs !$uZÏF»t$t«Î/ wÎ) cqßJÎ=»©à9$# ÇÍÒÈ (
العنكبوت : 49 )
Artinya: Sebenarnya, Al Quran itu adalah
ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada
yang mengingkari
ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.[26]
2.
Keutamaan di akhirat
a. Al-Qur’an menjadi syafaat bagi penghafalnya
Rasulullah
bersabda:
حَدَّثَنِي
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُوْ تَوْبَةَ وَهُمْ
الرَّبِيْعُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلاَمٍ عَنْ
زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ اَباَسَلاَمٍ يَقُوْلُ حَدَّثَنِيْ أَبُوْ أُمَامَةَ
الْبَاهِلِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ إِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ (رواه مسلم) [27]
“Telah meriwayatkan
kepada al-Hasan bin Ali Hulwani telah menceritakan telah menceritakan kepada
kami Abu Tsaubah yaitu Rab’i bin Nafi telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah
(yakni Aba Salam) dari Zaid bahwasanya ia mendengar Abu Salam berkata: “Aku
mendengar Rasulullah saw bersabda, bacalah olehmu al-Qur’an, sesungguhnya ia
akan memberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (HR. Muslim)
b.
Penghafal al-Qur’an mendapatkan
laba dari perdagangannya
Allah swt berfirman
dalam Q.S. Fathir: 29-30:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# cqè=÷Gt |=»tGÏ. «!$# (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qà)xÿRr&ur $£JÏB öNßg»uZø%yu #uÅ ZpuÏRxtãur cqã_öt Zot»pgÏB `©9 uqç7s? ÇËÒÈ óOßguÏjùuqãÏ9 öNèduqã_é& NèdyÌtur `ÏiB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 4 ¼çm¯RÎ) Öqàÿxî Öqà6x© ÇÌÉÈ (فاطر : 29-30)
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi,Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri (Q.S. Fathir: 29-30)[28]
Ayat di atas menggunakan bentuk kata mudhari’(masa kini dan datang) ketika
berbicara tentang (يتلون كتاب الله ) sebagai isyarat
bahwa mereka senantiasa dari waktu ke waktu membacanya. Dia menggunakan kata تجارة
atau
perdagangan sebagai hubungan timbal balik antara Allah dan manusia, atas amal
yang telah dilakukan.[29]
c.
Penghafal al-Qur’an bersama para
malaikat yang mulia dan taat.
Rasulullah saw.
Bersabda:
حَدَّثَنِا
آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ قَالَ سَمِعْتُ زُرَاةَ بْنُ
أَوْفَى يُحَدِّثُ عَنْ سَعْدٍ بْنُ هِشَامٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
وَهُوَ حاَفِظٌ لَهُ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَزَةِ وَمَثَلُ الَّذِيْ
يَقْرَأُ وَهُوَ يَتَعَاهَدُهُ وَهُوَ عَلَيْهِ شَدِيْدٌ فَلَهُ أَجْرَانِ (رواه
البخاري)
“ Telah menceritakan
kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan
kepada kami Qatadah, dia berkata, aku mendengar Zararah bin Aufa berkata bahwa
dia telah diceritakan oleh Sa’ad bin Hisyam dari Nabi saw bersabda: “orang yang
membaca al-Qur’an sedangkan ia mahir bersama para malaikat yang mulia, dan
orang yang membaca al-Qur’an dan ia menjaga atau memeliharanya dengan
sungguh-sungguh maka disediakan baginya pahala (HR. Bukhari)”
Dari hadis ini
jelaslah bahwa orang yang menghafal al-Qur’an serta memelihara hafalannya
dengan baik, maka baginya disediakan pahala dan ia bersama para malaikat yang
mulia.
[1] Al-Mathba’ah
al-Katulikiyyah, Al-Munjid fi al-lughah wa al-a’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq
1997), h. 143
[2] Abdul Aziz Abdur Rouf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah,
(Bandung: Asy Syaamil, 2000), h.10
[3]Ahmad Salim Badwilan, Cara Mudah Bisa Menghafal
Al-Qur’an, (Jogjakarta: Bening, 2010), h. 21-26
[4] Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq, Cara
Cerdas Hafal Al-Qur’an, Penerjemah Sarwendi Hasibuan dan Arif Mahmudi,
Judul Asli Kaifa Tahfazhul Qur’anil Karim Al Qawa’id Adz-Dzahabiyyah li
Hifzhil Qur’an, (Solo: Aqwam, 2007) h. 55-82
[5]Ahsin W. al-Hafiz, op.cit.,, h. 49-50
[9] Ahsin W. Al-Hafidz, op.cit., h. 64
[14] Abdud Daim al-Kahil, Hafal al-Qur’an Tanpa
Nyantri, Penerjemah Ummu Qadha, Judul Asli Thariqah Ibda’iyyah Li Hifzzh
al-Qur’an, (Solo: Pustaka Arafah, 2011), h. 24
[15] Yahya Al-Ghausani, Metode Cepat Hafal
Al-Qur’an, (Solo: Al-Kamil, 2013), h. 138
[16] Sa’dulloh, 9 Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an,
(Jakarta: Gema Insani, 2012), h. 57-58
[18] Abdussalam Ad-Nadani, Al-Hafizh, 8Langkah Hebat Menghafal Al-Qur’an,
Penerjemah Pipih Imran Nurtsani, Judul Asli Kaifa Tahfadzhul Qur’an fi
8Khuthuwaat, (Solo: Al-Hambra, 2012), h. 45-80
[19] Ahsin W. al-Hafiz, op.cit., h. 34-36
[22]Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses menjadi Hafizh Quran Da’iyah (Bandung:
Asy Syaamil, 2000), h. 33-34
[23] Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut:
Dar al-Fikr,1978), jilid 3, h. 138
[24] Abdul al-Husein Muslim bin
al-Husainal-Qusairi an-Naisaburiy, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr,
1997), Juz I, h. 465
[25] Mhd. Bin ‘Isa al-Turmudziy al-Silmiy, al-Jami’ ash-Shahih
al-turmudzi, (Beirut; Dar ihya at-Turats al-‘Arabiy), Jilid 5, h.156
[26] Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 402
[29] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,
2002), Vol. 10, Cet. II, h. 469
Tidak ada komentar:
Posting Komentar