Cari Blog Ini

Minggu, 10 Maret 2019

Hafalan al-Qur’an


A.      Hafalan al-Qur’an
1.                            Pengertian Hafalan al-Qur’an
                        Hafalan dalam bahasa Arab disebut tahfizh yang merupakan bentuk masdar sulasi mazid biziyadati tadh’if dari kata haffazha yang artinya: membawanya untuk menjaganya (menghafalnya).[1]
                        Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdur Rouf, hafalan al-Qur’an atau tahfizh al-Qur’an adalah upaya untuk menghafal al-Qur’an sampai tertanam benar dalam ingatan dan siap menjaganya agar tidak hilang dari ingatan.[2]
2.                            Kaidah Menghafal al-Qur’an
Kaidah dalam menghafal al-Qur’an sangat diperlukan agar proses yang kita lakukan saat menghafal al-Qur’an bisa membuahkan hasil yang kita harapkan. Menurut Ahmad Salim Badwilan ada beberapa kaidah dalam menghafal al-Qur’an yaitu:
a.    Ikhlas
        Ikhlas merupakan landasan pokok dari berbagai macam ibadah. Barangsiapa yang ingin dimuliakan Allah dalam menghafal al-Qur’an, maka ia harus niatkan untuk mencari keridhaan Allah semata.
b.    Memperbaiki ucapan dan bacaan
        Barangsiapa yang ingin menghafal al-Qur’an, maka ia harus belajar kepada guru yang benar-benar menguasainya, tidak cukup bersandar kepada dirinya saja. Karakteristik yang paling penting dari al-Qur’an
c.    Menentukan ukuran hafalan harian
        Menentukan sejumlah ayat untuk dihafal setiap hari, apakah satu atau dua halaman. Dalam menentukan jumlah ayat ini, kita harus mendasarkan kepada kemampuan kita.
d.   Memperkuat hafalan
        Sesorang yang mulai menghafal al-Qur’an tidak sepantasnya berpindah pada hafalan baru sebelum memperkuat hafalan yang yangtelah ia lakukan sebelumnya secara sempurna.
e.    Memakai satu mushaf
        Posisi-posisi ayat dalam mushaf akan tergambar dalam benak penghafal, sebab seringnya membaca dan melihat pada mushaf. Oleh karena itu, jika seseorang penghafal ada yang mengganti mushafnya, maka hal ini bisa menyebabkan kekacauan pikiran. Berpegang pada satu mushaf saja adalah yang paling baik.
f.     Menyertai hafalan dengan pemahaman
        Diantara yang membantu penghafal dalam menghafal al-Qur’an adalah memahami keterkaitan antara sebagian ayat dengan lainnya.
g.    Mengikat awal surat dengan akhir surat
        Setelah selesai menghafal surat secara utuh, yang paling baik bagi seorang penghafal adalah jangan beralih dulu kepada surat lain kecuali jika telah dilakukan pengikatan (pengaitan) antara awal surat yang dihafal dengan akhir surat. Dengan demikian, penghafalan setiap surat membentuk satu kesatuan yang terhubung dan kuat, yang tidak terpisah.
h.    Mengikat hafalan dengan mengulang dan mengkajinya bersama-sama
        Seseorang yang menghafal al-Qur’an maka ia harus mengikatnya dengan cara mengulang-ulangi hafalan dan mengajinya bersama-sama secara terus menerus.[3]
        Menurut Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq ada sepuluh kaidah pokok dalam menghafal al-Qur’an yaitu:
a.    Ikhlas
b.    Tekad yang kuat dan bulat
c.    Pahamilah besarnya nilai amalan anda
d.   Amalkan apa yang anda hafalkan
e.    Membentengi diri dari jerat-jerat dosa
f.     Berdoalah
g.    Pahamilah makna ayat dengan benar
h.    Menguasai ilmu tajwid
i.      Sering mengulang-ulang bacaan
j.      Melakukan shalat secara khusyuk dengan ayat-ayat (surat) yang telah dihafal.[4]

Ada beberapa hal yang harus dipenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an, seb            agaimana Ahsin W. al-Hafiz mengatakan sebagai berikut:
a.    Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya.
b.    Niat yang ikhlas
Niat yang kuat dan sungguh-sungguh akan menghantarkan seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan merintanginya. Niat mempunyai peranan penting dalam melakukan sesuatu, antara lain sebagai motor dalam usaha mencapai suatu tujuan. Di samping itu niat juga berfungsi sebagai pengaman dari menyimpangnya suatu proses yang sedang dilakukannya dalam mencapai cita-cita, termasuk dalam menghafal al-Qur’an.
Tanpa adanya suatu niat yang jelas maka perjalana untuk mencapai suatu tujuan akan mudah sekali terganggu dan terpesongkan oleh kendala-kendala yang setiap saat siap untuk menghancurkannya. Justru niat yang bermuatan dan berorientasi ibadah, dan ikhlas karena Allah swt akan memicu timbulnya kesetiaan dalam menghafal al-Qur’an, karena dengan demikian, bagi orang yang memiliki niat ibadah maka menghafal al-Qur’an tidak lagi menjadi beban yang dipaksakan, akan tetapi justru sebaliknya, ia akan menjadi suatu kesenangan dan kebutuhan. Kesadaran seperti ini yang memang seharusnya mendominasi jiwa setiap penghafal al-Qur’an.[5]
c.       Istiqamah
Yang di maksud dengan istiqamah yaitu konsisten. Seorang penghafal yang konsisten akan sangat menghargai waktu. Betapa tidak, kapan dan dimana saja waktu terluang, intuisinya segera mendorong untuk segera kembali kepada al-Qur’an.
d.      Menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela
e.       Bersedia mengulang-ulang materi yang dihafal[6]
3.                            Metode menghafal al-Qur’an
                        Selain metode ALYAQIN, ada beberapa metode lain yang bisa dikembangkan dalam rangka memudahkan orang-orang yang ingin menghafal al-Qur’an. Metode-metode itu adalah:
a.         Metode Wahdah
       Maksud dari metode ini adalah menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak di hafal. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau lebih sehingga proses ini ini mampu membenttuk pola dalam bayangannya. Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalnya bukan saja dengan bayangannya, akan tetapi sehingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisannya.[7]
       Kelemahan dari metode ini adalah penghafal hanya mampu untuk melafazkan ayat-ayat, tetapi akan sulit untuk, tetapi akan sulit untuk menuliskan ayat-ayat tersebut.
b.         Metode Kitabah
       Kitabah artinya menulis.[8] Dalam metode ini para penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas/buku, kemudian ayat-ayat tersebut dibaca sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu dengan berkali-kali menuliskannya sehingga ia dapat memperhatikan sekaligus menghafalnya.
       Berapa banyak ayat tersebut ditulis tergantung kemampuan penghafal. Mungkin cukup sekali, dua kali atau bahkan lebih sepuluh kali sehingga ia betul-betul menghafal ayat yang dihafalnya.[9] Metode ini cukup praktis dan baik, karena disamping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangan.
c.         Metode Sima’i
       Sima’i artinya mendengar. Metode ini dengan cara mendengarkan suatu bacaan untuk dihafal. Metode ini sangat efektif bagi para penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tuna netra, atau anak-anak di bawah umur yang belum mengenal tulis baca al-Qur’an
Metode ini digunakan dengan dua alternatif:
1)   Mendengarkan dari guru yang membimbing, terutama bagi penghafal tuna netra dan anak-anak. Dalam keadaan seperti ini pembimbing dituntut untuk lebih berperan aktif, sabar dan harus membacakan satu persatu ayat untuk dihafalnya. Sehingga penghafal mampu menghafalnya secara sempurna, baru kemudian dilanjutkan ke ayat berikutnya.
2)   Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafal ke dalam pita kaset sesuai kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian kaset diputar dan didengar secara seksama sambil mengikutinya secara perlahan-lahan. Kemudian diulangi lagi, dan seterusnya menurut kebutuhan sehingga ayat-ayat tersebut benar-benar hafal di luar kepala. Setelah hafalannya dianggap cukup mapan, maka barulah berpindah ke ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama.[10]
d.        Metode Gabungan
        Metode ini merupakan gabungan antara metode pertama dan metode kedua, yaitu metode wahdah dan metode kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) disini lebih memiliki fungsional  sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya.
       Maka dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di kertas yang telah disediakan untuk menulis hafalan tersebut. Jika ia telah mampu memproduksi kembali ayat-ayat yang dihafalnya dalam bentuk tulisan, maka ia bisa melanjutkan kembali untuk menghafal ayat-ayat berikutnya.
       Apabila penghafal belum mampu memproduksi hafalannya ke dalan bentuk tulisan secara baik., maka ia akan kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan yang valid, demikian seterusnya.[11] Adapun kelebihan metode ini adalah adanya fungsi ganda, yaitu berfungsi untuk menghafal dan sekaligus untuk pemantapan hafalan.
e.         Metode Jama’i
Yang dimaksud dengan metode ini adalah cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, yaitu ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan bersam-sama. Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya.[12]
Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangan. Setelah semua siswa hafal, barulah kemudian diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan  kejenuhan disamping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.[13]
      Selain metode di atas, menurut Abdud Daim al-Kahil ada metode menghafal yang lain yang dapat membantu mempermudah dalam menghafal dengan melalui tiga tahap yaitu:
      a. Tahap mendengarkan murattal al-Qur’an
      b. Tahap memahami, mentadaburi dan mendalami ayat-ayat al-Qur’an yang kita dengarkan
      c. Tahap menguatkan hafalan dengan membaca langsung dari mushaf[14]
        Menurut Yahya bin Abdurrazaq Al-Ghausani ada metode 5T dalam   menghafal al-Qur’an yaitu:
a.                 Tahyi’ah Nafsiah, mempersipkan mental
b.    Taskhin, melakukan penghangatan.
Otak kita juga memerlukan penghangatan kurang lebih 6-8 menit.  Baca kembali hafalan masa lalu atau bacaan yang baru dihafal.
c.                 Tarkiz, konsentrasi
Dalam mengahafal al-Qur’an dibutuhkan konsentrasi baik konsentrasi redaksional maupun konsentrasi makna
d.                Tikrar atau mengulang-ulang
e.                 Tarabuth, atau mengaitkan redaksional dengan makna[15]
              Menurut Sa’dulloh ada tiga macam metode untuk menghafal al-Qur’an yaitu:
   a. Metode seluruhnya, yaitu membaca satu halaman dari baris pertama samapai baris terakhir secara berulang-ulang samapai hafal.
  b. Metode bagian, yaitu orang menghafal ayat demi ayat, atau  kalimat  yang dirangkaikan samapai satu halaman
         c. Metode campuran, yaitu kombinasi antara metode seluruhnya dengan metode bagian. Mula-mula dengan membaca satu halaman berulang-ulang, kemudian pada bagian tertentu dihafal tersendiri. Kemudian diulang kembali secara keseluruhan.[16]

             Selanjutnya Sa’dulloh  menjelaskan ada sembilan cara mudah menghafal al-Qur’an yaitu:
1)        Memahami makna ayat sebelum dihafal
2)        Mengulang-ulang membaca (bin-nazhar) sebelum menghafal
3)        Mendengarkan bacaan orang yang lebih ahli
4)        Sering menulis ayat-ayat al-Qur’an
5)        Memerhatikan ayat atau kalimat yang serupa
6)        Selalu mengulang-ulang (takrir) hafalan sendiri
7)        Mengulang (takrir) hafalan dalam shalat
8)        Mengulang (takrir) hafalan bersama-sama
9)        Mengulang (takrir) hafalan dihadapan guru.[17]

                  Menurut Abdussalan An-Nadani, Al-Hafizh ada 8 langkah hebat hafal al-Qur’an yaitu:
1)   Lima ayat jangan lupa
Menghafal lima ayat dalam sehari berarti akan menghafal 150 ayat dalam satu bulan, apabila istiqamah dalam menghafal lima ayat dalam sehari, maka dengan izin Allah akan hafal 1800 ayat di penghujung tahun, tidak akan merasa lelah dan kesulitan.
2)   Belajar membaca dengan benar, fasih dalam mengucapkan ayat, dan belajar bagaimana mengucapkan kalimat dengan benar
3)   Perhatikan bagian yang akan dihafal didalam otak dengan sebaik mungkin
4)   Ulangi dan ulangi
Bacalah berulang-ulang setiap ayat yang dihafal sebanyak dua puluh lima kali atau lebih. Kita tidak akan menghafal dengan baik kecuali membaca ayat-ayat tersebut dengan berulang-ulang.
5)   Menyambung ayat dengan ayat yang selanjutnyasehingga bacaan bagai anak panah yang melesat atau seperti jalan yang turun
6)   Ulangi seluruh bagian hafalan sebelum melakukan tasmi’ (memperdengarkannya kepada orang lain)
7)   Memperdengarkan hafalan kepada orang lain (tasmi’)
8)   Menulis halaman yang akan dihafal lima kali dalam buku bersih[18]


4.    Keutamaan Menghafal al-Qur’an
     Menghafal al-Qur’an merupakan perbuatan yang sangat terpuji dan mulia. Banyak sekali hadis-hadis Rasulullah SAW yang mengungkapkan keutamaan orang yang belajar membaca, atau menghafal al-Qur’an. Orang yang mempelajari atau membaca al-Qur’an merupakan orang-orang pilihan yang memang dipiih oleh Allah swt untuk menerima warisan kitab suci al-Qur’an.
Banyak sekali faedah yang muncul dari kesibukan menghafal al-Qur’an, di antara faedahnya antara lain:
a.       Kebahagiaan dunia akhirat
b.      Sakinah (tentram jiwanya)
c.       Tajam ingatan dan bersih intuisinya
Ketajaman ingatan dan kebersihan intuisinya itu muncul karena seorang penghafal al-Qur’an selalu berupaya mencocokkan ayat-ayat yang dihafalnya dan membandingkan ayat-ayat yang dihafalnya dan membandingkan ayat-ayat tersebut ke porosnya, baik dari segi lafal (teks ayat) maupun dari segi pengertiannya.
Sedangkan bersihnya intuisinya itu muncul karena seorang penghafal al-Qur’an senantiasa berada dalam lingkungan zikrullah dan selalu dalam kondisi keinsyafan yang selalu meningkat, karena ia selalu mendapat peringatan  dari ayat-ayat yang dihafalnya.[19]
Pada suatu ketika Ibnu Mas’ud pernah didatangi oleh seorang yang sedang dilanda kegelisahan, jiwanya tidak tentram dan kusut pikirannya. Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya agar mendatangani tiga tempat, yaitu:
1)      Tempat orang membaca al-Qur’an, memperhatikan dan mendengarkannya, atau engkau membacanya sendiri dengan baik.
2)      Tempat pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah swt.
3)      Tempat yang suci dan tenang, disana engkau berkhalwat dan takarrub (mendekat) kepada Allah swt.[20]
Maka orang itu pun  kemudian bergegas mengambil air wudhu’ dan membaca al-Qur’an dengan khusyu’. Setelah itu hatinya pun terasa tentram, kegelisahannya pun hilang dan pikirannya pun menjadi tenang, karena mendapat air kesejukan dari ayat-ayat yang dihafalnya.[21]
d.      Bahtera Ilmu
Khazanah ulumul Qur’an dan kandungannya akan banyak sekali terekam dan melekat dengan kuat ke dalam pikiran orang yang menghafalnya. Dengan demikian nilai-nilai al-Qur’an yang terkandung di dalamnya akan menjadi motivator terhadap kreativitas pengembangan ilmu yang dikuasainya.

e.       Memiliki identitas yang baik dan berpikir jujur
Seseorang yang hafal al-Qur’an sudah selayaknya bahkan menjadi suatu kewajiban untuk berprilaku jujur dan berjiwa qura’ani. Identitas demikian akan selalu terpelihara karena jiwanya selalu mendapat peringatan dan teguran dari ayat-ayat al-Qur’an yang selalu dibacanya.
f.       Fasih dalam berbicara
Orang yang banyak membaca atau menghafal al-Qur’an akan membentuk ucapannya tepat dan mengeluarkan fonetik arab pada landasannya secara alam.
g.      Memiliki doa yang mustajab
Orang yang hafal al-Qur’an dan selalu konsekwensi dengan prediketnya sebagai hamalatul Quran merupakan orang yang dikasihi Allah swt.
Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf al-Hafiz, ada beberapa keutamaan menghafal al-Qur’ana yaitu:
a.       Harakah (gerakan) dakwah akan lebih cepat memasyarakat di tengah umat, mengingat media al-Qur’an adalah media yang paling mudah diterima, sekaligus terjauhkan dari berbagai kecurigaan yang negative akibat salah paham sebagian masyarakat.
b.         Meningkatnya kualitas ulama pada masa yang akan datang, kalau seorang anak sejak dini sudah menguasai al-Qur’an dengan baik, tidak mustahil ia akan menjadi mufassir yang handal, karena perhatiaanya ketika sudah dewasa tidak lagi tercurah pada hal-hal yang terkait dengan teknis tilawah, namun lebih banyak menggali kandungannya.
c.         Dengan akrabnya al-Qur’an di tengah-tengah masyarakat akan semakin kongkritlah janji Allah bahwa al-Qur’an suatu hal yang mudah dipelajari. Kemudahan itu akan terlihat semakin banyaknya para penghafal al-Qur’an, sekaligus dapat menghilangkan kesan bahwa menghafal al-Qur’an suatu hal yang sulit dan berat.
d.        Banyaknya para penghafal al-Qur’an akan semakin meramaikan masjid-masjid Allah, karena merekalah yang akan menjadi imam dengan membaca semua surat yang ada dalam al-Qur’an, khususnya pada pelaksanaan kegiatan ibadah malam pada bulan Ramadhan.
e.         Terbentuknya kesadaran yang merata di tengah-tengah masyarakat mulai dari tingkat yang paling bawah sampai para kuli, penjual makanan, tukang sapu jalanan, dan sebagainya sampai tingkat masyarakat paling atas. Bahwa al-Qur’an adalah sumber yang dapat menyelamatkan kehidupannya. Kesadaran seperti ini  akan menjadikan mereka siap berjuang untuk al-Qur’an  bahkan bila perlu dengan harta dan jiwa mereka. Sangat tidak mustahil Allah akan mengabulkan cita-cita para dari seperti itu. Niat yang benar adalah modal yang paling besar untuk terlaksananya semua cita cita tersebut di atas[22].
  Keutamaan menghafal al-Qur’an dapat dirasakan di dunia dan akhirat, di antara keutamaannya adalah:
1.    Keutamaan di dunia
a.    Allah mengangkat ahli al-Qur’an menjadi keluarga Allah swt.  Rasulullah saw bersabda:[23]
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ بُدَيْلٍ الْعُقَيْلِيُّ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ ِللهِ أَهْلَيْنِ مِنَ النَّاسِ فَقِيْلَ مَنْ أَهْلُ اللهِ مِنْهُمْ قَالَ أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللهِ وَخَاصَّتُهُ (أخرجه أحمد بن حنبل)
Telah memberitahukan kepada kami Abdu Samad dan Abdurrahman bin Budail ‘Uqali dari bapaknya dari Anas dia berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga yang terdiri dari para manusia” kata Anas selanjutnya: Lalu Rasulullah ditanya: “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Jawab beliau :”Yaitu ahlul Quran. Mereka adalah keluarga Allah swt. dan yang istimewa bagi-Nya. (HR. Ahmad bin Hanbal)
b.    Rasullah memberikan penghargaan khusus kepada orang yang hafal al-Qur’an. Rasulullah merekomendasikan orang yang paling berhak untuk menjadi imam adalah orang yang hafal al-Qur’an, sebagaimana sabda beliau:[24]
حَدَّثَنَا أَبُوْبَكْرٍبْنُ أَبْيْ شَيْبَةَ وَأَبُوْ سَعِيْدٍ اْلأَشَخُّ كِلاَهُمَا عَنْ أَبِيْ خَالِدٍ قَالَ أَبُوْبَكْرٍ حَدَثَنَا أَبُوْخَالِدٍ اْلأَحْمَرُ عَنْ إِسْمَعِيْلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَوْسٍ بْنِ ضَمْعَجٍ عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمُ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ (رواه مسلم)
  Telah memberitahukan kepada kami Abu Bakar bin Shaibah dan Abu Said al Asyad dikatakan keduanya dari Abi Khalid dia berkata telah memberitahukan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar dari al-‘Amas dari Ismail bin Raja’ dari ‘Aus bin Dhom‘aj dari Abu Mas’ud al Anshari ia berkata: “Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya. (HR. Muslim)”
     Rasulullah menghormati penghafal al-Qur’an, menempatkan mereka pada kedudukan tersendiri dan melebihkan mereka dari pada yang lain. Sebagaimana dalam suatu riwayat, Rasulullah mengangkat pimpinan delegasi orang yang menghafal al-Qur’an, sebagaimana sabda beliau:[25]
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَناَ أَبُوْ أُسَامَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيْدِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ سَعِيْدٍ الْمَقْبُرِيْ عَنْ عَطَاءٍ مَوْلىَ أَبْيْ أَحْمَدَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قاَلَ بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْثًا وَهُمْ ذُوْ عَدَدٍ فَاسْتَقْرَأَهُمْ فَاسْتَقْرَأَ كُّلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ مَا مَعَهُ مِنَ الْقُرْآنِ فَأَتَى عَلىَ رَجُلٍ مِنْهُمْ مَنْ أَحْدَثُهُمْ سِنًّا فَقَالَ مَا مَعَكَ ياَ فُلاَنُ قَالَ مَعِيْ كَذاَ وَكَذَا وَسُوْرَةُ الْبَقَرَةِ قَالَ اَمَعَكَ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ فَقَالَ نَعَمْ قاَلَ فاَذْهَبْ فَأَنْتَ أَمِيْرُهُمْ ....(رواه الترميذي والنسائ)
Dan telah memberitahukan kepada kami Hasan bin Ali al Hulwan telah memberitakan kepada kami Abu Husamah dan Abdul Hamid bin Ja’far dari Sa’id al Makburi dari ‘Atha’ Maula abi Ahmad dari Abu Hurairah ia berkata: “Telah mengutus Rasulullah saw. Sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian rasul menguji hafalan mereka, kemudian satu persatu disuruh membaca apa yang dihafal, maka sampailah pada shahabi yang paling muda usianya. Beliau bertanya: “surat apa yang kau hafal?” Ia menjawab, aku hafal surat ini…surat ini dan surat al-Baqarah”, “Benarkah kamu hafal surat al-Baqarah?” Tanya rasul lagi. Shahabi menjawab: “benar”. Rasul bersabda: “berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi mereka. (HR. at-Turmudzi dan an- Nasa’i)”
c.          Hifzul quran merupakan ciri orang yang diberi ilmu
      Allah swt. berfirman dalam surat al-Ankabut ayat 49:
ö@t/ uqèd 7M»tƒ#uä ×M»oYÉit/ Îû Írßß¹ šúïÏ%©!$# (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# 4 $tBur ßysøgs !$uZÏF»tƒ$t«Î/ žwÎ) šcqßJÎ=»©à9$# ÇÍÒÈ   ( العنكبوت : 49 )
Artinya:  Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.[26]
2.  Keutamaan di akhirat
a.    Al-Qur’an menjadi syafaat bagi penghafalnya
     Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُوْ تَوْبَةَ وَهُمْ الرَّبِيْعُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ يَعْنِي ابْنَ سَلاَمٍ عَنْ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ اَباَسَلاَمٍ يَقُوْلُ حَدَّثَنِيْ أَبُوْ أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ (رواه مسلم) [27]
Telah meriwayatkan kepada al-Hasan bin Ali Hulwani telah menceritakan telah menceritakan kepada kami Abu Tsaubah yaitu Rab’i bin Nafi telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah (yakni Aba Salam) dari Zaid bahwasanya ia mendengar Abu Salam berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, bacalah olehmu al-Qur’an, sesungguhnya ia akan memberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (HR. Muslim)

b.         Penghafal al-Qur’an mendapatkan laba dari perdagangannya
Allah swt berfirman dalam Q.S. Fathir: 29-30:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# šcqè=÷Gtƒ |=»tGÏ. «!$# (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qà)xÿRr&ur $£JÏB öNßg»uZø%yu #uŽÅ  ZpuŠÏRŸxtãur šcqã_ötƒ Zot»pgÏB `©9 uqç7s? ÇËÒÈ   óOßguŠÏjùuqãÏ9 öNèduqã_é& NèdyƒÌtƒur `ÏiB ÿ¾Ï&Î#ôÒsù 4 ¼çm¯RÎ) Öqàÿxî Öqà6x© ÇÌÉÈ    (فاطر : 29-30)
Artinya:  Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (Q.S. Fathir: 29-30)[28]
Ayat di atas menggunakan bentuk kata mudhari’(masa kini dan datang) ketika berbicara tentang (يتلون كتاب الله )  sebagai isyarat bahwa mereka senantiasa dari waktu ke waktu membacanya. Dia menggunakan kata تجارة  atau perdagangan sebagai hubungan timbal balik antara Allah dan manusia, atas amal yang telah dilakukan.[29]
c.          Penghafal al-Qur’an bersama para malaikat yang mulia dan taat.
Rasulullah saw. Bersabda:
حَدَّثَنِا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ قَالَ سَمِعْتُ زُرَاةَ بْنُ أَوْفَى يُحَدِّثُ عَنْ سَعْدٍ بْنُ هِشَامٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ حاَفِظٌ لَهُ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَزَةِ وَمَثَلُ الَّذِيْ يَقْرَأُ وَهُوَ يَتَعَاهَدُهُ وَهُوَ عَلَيْهِ شَدِيْدٌ فَلَهُ أَجْرَانِ (رواه البخاري)
Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dia berkata, aku mendengar Zararah bin Aufa berkata bahwa dia telah diceritakan oleh Sa’ad bin Hisyam dari Nabi saw bersabda: “orang yang membaca al-Qur’an sedangkan ia mahir bersama para malaikat yang mulia, dan orang yang membaca al-Qur’an dan ia menjaga atau memeliharanya dengan sungguh-sungguh maka disediakan baginya pahala (HR. Bukhari)
            Dari hadis ini jelaslah bahwa orang yang menghafal al-Qur’an serta memelihara hafalannya dengan baik, maka baginya disediakan pahala dan ia bersama para malaikat yang mulia.


[1] Al-Mathba’ah al-Katulikiyyah, Al-Munjid fi al-lughah wa al-a’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq 1997), h. 143
[2] Abdul Aziz Abdur Rouf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah, (Bandung: Asy Syaamil, 2000), h.10
[3]Ahmad Salim Badwilan, Cara Mudah Bisa Menghafal Al-Qur’an, (Jogjakarta: Bening, 2010), h. 21-26
[4] Raghib As-Sirjani dan Abdurrahman Abdul Khaliq, Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, Penerjemah Sarwendi Hasibuan dan Arif Mahmudi, Judul Asli Kaifa Tahfazhul Qur’anil Karim Al Qawa’id Adz-Dzahabiyyah li Hifzhil Qur’an, (Solo: Aqwam, 2007) h. 55-82  
[5]Ahsin W. al-Hafiz, op.cit.,, h. 49-50

[7] Ibid., h. 63
[8] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1999) h. 179  
[9] Ahsin W. Al-Hafidz, op.cit., h. 64
[10] Ibid., h. 64-65
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Abdud Daim al-Kahil, Hafal al-Qur’an Tanpa Nyantri, Penerjemah Ummu Qadha, Judul Asli Thariqah Ibda’iyyah Li Hifzzh al-Qur’an, (Solo: Pustaka Arafah, 2011), h. 24
[15] Yahya Al-Ghausani, Metode Cepat Hafal Al-Qur’an, (Solo: Al-Kamil, 2013), h. 138  
[16] Sa’dulloh, 9 Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2012), h. 57-58
[17] Ibid., h. 60-66
[18] Abdussalam Ad-Nadani, Al-Hafizh, 8Langkah Hebat Menghafal Al-Qur’an, Penerjemah Pipih Imran Nurtsani, Judul Asli Kaifa Tahfadzhul Qur’an fi 8Khuthuwaat, (Solo: Al-Hambra, 2012), h. 45-80
[19] Ahsin W. al-Hafiz, op.cit., h. 34-36
[20] Ibid., h. 37
[21] Ibid
[22]Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses menjadi Hafizh Quran Da’iyah (Bandung: Asy Syaamil, 2000), h. 33-34
[23] Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, (Beirut: Dar al-Fikr,1978), jilid 3, h. 138
[24]  Abdul al-Husein Muslim bin al-Husainal-Qusairi an-Naisaburiy, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), Juz I, h. 465
[25] Mhd. Bin ‘Isa al-Turmudziy al-Silmiy, al-Jami’ ash-Shahih al-turmudzi, (Beirut; Dar ihya at-Turats al-‘Arabiy), Jilid 5, h.156
[26] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2005), h. 402

[27] Abdul al-Husein Muslim bin al-Husainal-Qusairi an-Naisaburiy, op.cit., h. 197
[28]  Departemen Agama RI, op.cit., h. 437
[29] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 10, Cet. II, h. 469

Tidak ada komentar: