Cari Blog Ini

Minggu, 10 Maret 2019

Hakikat Kinerja Guru


A.     Hakikat Kinerja Guru
                  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia[1]  kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. Lembaga Administrsi Negara[2] merumuskan kinerja merupakan terjemahan bebas dari istilah performance yang artinya adalah prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau pencapaian kerja atau hasil kerja. Pada umumnya para ahli memberikan batasan mengenai kinerja disesuaikan dengan pandangannya masing-masing.
                  Menurut Simamora[3] menegaskan bahwa kinerja yang diistilahkannya sebagai karya adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/material maupun non fisik/nonmaterial. Hal senada dikemukakan oleh Anwar[4] bahwa kinerja sama dengan performance yang esensinya adalah berapa besar dan berapa jauh tugas-tugas yang telah dijabarkan telah dapat diwujudkan atau dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggungjawab yang menggambarkan pola perilaku sebagai aktualisasi dari kompetensi yang dimiliki.
21
 
                  Hal yang hampir senada dikemukakan oleh Anwar Prabu Mangkunegara[5] mengemukakan pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikannya. Dalam kajian yang berkenaan dengan profesi guru, Anwar[6] memberikan pengertian kinerja sebagai seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan oleh seorang guru pada waktu memberikan pelajaran kepada siswanya. Kinerja guru dapat dilihat saat dia melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas termasuk persiapannya baik daam bebtuk program semester maupun persiapan mengajar.
                  Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang tergantung pada: (1) faktor individu yang bersangkutan yaitu menyangkut kemampuan, kecakapan, motivasi, dan komitmen yang bersangkutan pada organisasi; (2) faktor kepemimpinan yaitu menyangkut dukungan dan bimbingan yang diberikan pada bahan serta kualitas dukubgan itu sendiri; (3) faktor tim atau kelompok yaitu menyangkut kualitas dukungan yang diberikan pada bahan oleh tim (partner/teman kerja); (4) faktor sistem yaitu menyangkut sistem kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi; dan (5) faktor situasional yaitu menyangkut lingkungan dari dalam dan dari luar serta perubahan-perubahan yang terjadi.
             Bersadarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang tergantung pada: (1) faktor individu yang bersangkutan yaitu menyangkut kemampuan, kecakapan, motivasi, dan komitmen yang bersangkutan pada organisasi, (2) faktor kepemimpinan yaitu menyangkut dukungan dan bimbingan yang diberikan serta kualitas dukungan itu sendiri (3) faktor tim atau kelompok yaitu menyangkut kualitas dukungan yang diberikan oleh tim (partner/teman kerja), (4) faktor sistem yaitu menyangkut sistem kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi, dan (5) faktor situasional yaitu menyangkut lingkungan dari dalam dan dari luar serta perubahan-perubahan yang terjadi.
            Sedangkan Agus Dharma dalam bukunya Manajemen Supervisi[7] mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan” yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentuan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Dalam kaitannya dengan profesi guru ada satu pedoman yang dapat dijadikan kriteria standar kinerja seorang guru dalam melaksanakan tugasnya.
            Untuk itu deskripsi pekerjaan hendaknya diuraikan secara jelas sehingga setiap guru mengetahui tugas, tanggungjawab, dan standar prestasi yang harus dicapainya. Dilain pihak, pimpinan pun harus mengetahui apa yang dapat dijadikan kriteria dalam melakukan evaluasi atau penilaian terhadap kinerja guru. Natawijaya menyatakan bahwa kinerja guru mencakup aspek: (1) kemampuan profesional dalam proses belajar mengajar; (2) kemampuan sosial dalam proses belajar mengajar; dan (3) kemampuan pribadi dalam proses belajar mengajar.
                  Pendapat hampir senada dikemukakan oleh Joni yang dikutip oleh Arikunto[8]  menjelaskan bahwa ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yaitu: (1) kompetensi profesional; (2) kompetensi personal; dan (3) kompetensi sosial. Kompetensi profesional, artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi personal, artinya guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, patut diteladani sehingga menjadi sumber identifikasi baik peserta didik maupun masyarakat pada umumnya. Kompetensi sosial artinya guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, dan anggota masyarakat di lingkungannya.
                  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kinerja guru dalam penelitian ini dimaknai sebagai adalah gambaran tentang hasil kerja seseorang yang berkaitan dengan tugas yang diembannya, dan berdasarkan tanggung jawab profesional seseorang. Untuk itu kita dapat menyimpulkan bahwa dimensi dari kinjera adalah kualitas kerja, kecepatan dan ketepatan kerja, inisiatif, kemampuan dan komunikasi.
                  Dimensi kinerja guru tersebut melahirkan indikator, yaitu menguasai bahan ajar, mengelola proses belajar dan mengajar, mengelola kelas, menggunakan media dan sumber belajar, menguasai landasan pendidikan, merencanakan program pengajaran, memimpin kelas, mengelola interaksi belajar dan mengajar, melakukan penilaian hasil belajar siswa, menggunakan berbagai metoda dalam proses belajar dan mengajar, memahami dan melaksanakan fungsi dan layanan bimbingan penyuluhan, memahami dan melaksanakan administrasi sekolah, serta memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.[9]
                  Berdasarkan teori tersebut yang akan dijadikan landasan dalam menyusun instrumen penelitian adalah berbagai perpaduan pendapat yang dipandang relevan dengan keadaan ditempat penelitian, khususnya kinerja guru Pendidikan Agama Islam SMP/SMA/SMKKota Padang Panjang.


[1] Departemen Pendidikan Nasional,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balitbang Depdikbud, 1998),  hal 150
[2] Lembaga Administrasi Negara,  Kinerja Aparat Pemerintah ( Jakarta: LAN, 1992),  hal 12
[3] Simamora,  Supervisi Pendidikan  (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),  hal 235
[4] Azwar, S., Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995)  hal 86
[5] Mangkunegoro,A.P.A.A..Profesionalisme Guru, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal 67
[6] Azwar, S., Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995)  hal 22
[7] Agus Dharma,  Manajemen Supervisi, (Jakarta: Rineka Ilmu, 2003),  hal 355
[8] Suharsimi Arikunto , Manajemen Pembelajaran Secara Manusiawi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal 150
[9] Hamzan B Uno dan Nina Lamatenggo, Teori Kinerja dan Pengukurannya, (Jakarta Bumi Aksara,  2012), hal 70

Tidak ada komentar: