Cari Blog Ini

Jumat, 05 April 2019

metode pendidikan terhadap anak menurut Abdullah Nashih Ulwan


Macam-macam metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak menurut Abdullah Nashih Ulwan dapat diuraikan sebagai berikut :
a.    Pendidikan dengan keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan akan senantiasa dalam kepribadian anak.
Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan terjauh dari perbuatan yang bertentangan dengan agama.
Seorang anak, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat seorang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Adalah sangat mudah bagi pendidik mengajarkan anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi tarsa sangat sulit bagi anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya.     
Memberikan keteladanan yang baik dalam pandangan Islam merupakan metode pendidikan yang paling membekas pada anak didik. Ketika anak menemukan pada jati diri orang tua dan pendidik keteladanan baik dalam segala hal, maka anak telah meneguk prinsip-prinsip kebaikan dalam jiwanya dan akan membekas dalam diri anak. Ketika orang tua atau pendidik menginginkan anak didiknya tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang agama, maka hendaklah orang tua atau pendidik memberikan keteladanan, seperti dalam berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan.
Pada dasarnya anak melihat orang tuanya atau gurunya berbuat dusta, anak tidak mungkin akan berlaku jujur. Anak yang melihat orang tua atau gurunya berkhianat, anak tidak mungkin belajar amanah. Anak yang mendengar orang tua atau gurunya berkata kufur, caci maki dan celaan, anak tidak mungkin betutur manis. Anak yang melihat orang tua atau gurunya marah, emosi, anak tidak mungkin belajar sabar.
Demikianlah anak akan tumbuh dalam kebaikan, terdidik dalam akhlak baik jika melihat orang tua dan gurunya memberikan keteladanan yang baik. Begitu juga sebaliknya, anak akan tumbuh dalam kenakalan jika ia (anak) melihat kedua orang tua atau gurunya memberikan keteladanan yang buruk.  
Abdullah Nashih Ulwan menyebutkan:
أما القدوة التي أعطاها النبي صلى الله عليه وسلم في مجال العبده والأخلاق فقد بلغت في مراتبها أعلاها وكلما توالت الدهور. وتعاقبت الكاملة للمنهج الإسلامي, ليكون للأجيال المتعاقبة الصورة الحية الخالدة في كمال خلقه وشمول عظمته[1].
Artinya: “Bahwa Rasulullah Muhammad SAW merupakan figur pendidik yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya dan belajar darinya. Allah SWT juga telah meletakkan dalam pribadi Muhammad SAW satu bentuk yang sempurna bagi metode islami, agar menjadi gambaran hidup dan abadi bagi generasi-generasi berikutnya dalam kesempurnaan akhlaknya dan sebagai seorang pendidik yang baik. Bentuk keteladanan Nabi Muhammad SAW meliputi segala aspek, baik dalam hal ibadah, akhlak, maupun seorang pendidik sekalipun.

Sebagai pesan dari pengarang buku ini, Ulwan menyampaikan sudah sepatutnya bagi generasi Muslim saat ini memberikan contoh yang baik, perilaku yang baik dan terpuji kepada orang lain, sehingga menjadi petunjuk bagi orang lain. Begitu juga dalam dunia pendidikan, berhasilnya sebuah pendidikan perlu adanya teladan yang baik bagi seorang pendidik.  
b.   Pendidikan dengan pembiasaan
Sudah menjadi ketetapan syari’at, bahwa anak sejak lahir telah diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar dan iman kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (الروم : 30)

Artinya: ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Rum:30)

Ayat di atas dijelaskan Rasulullah dalam hadisnya sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَبِنَصْرَانِهِ وَيُشْرِكَانِهِ (رواه البخاري)

Artinya : "Dari Abi Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda ; tidak seorangpun bayi lahir melainkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani dan syirik. (HR. Bukhari)[2].

Dari penjelasan hadis di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua sangat berperan dalam pembentukan pribadi dan tingkah laku anak, apakah anak akan bertingkah laku baik atau sebaliknya sangat bergantung pada pendidikan yang diberikan orang tuanya.
Dalam melaksanakan pemeliharaan anak tersebut, orang tua bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan non fisik termasuk pendidikan kerohanian. Pendidikan orang tua terhadap anak dalam rumah tangga berjalan secara alamiah. Sejak awal kelahiran anak berinteraksi dengan orang tua dan orang tua berpeluang mengajarkan segala sesuatu kepada anak.
Pendidikan dan pemeliharaan anak tampak sekali peranan pembiasaan dalam kehidupan mereka. Tidak disangkal, bahwa anak akan tumbuh dengan iman yang benar, berhias dengan etika yang islami, bahkan sampai pada puncak nilai-nilai spiritual yang tinggi dan kepribadian yang utama jika ia hidup yang dibekali dengan pendidikan islami dan lingkungan yang baik.
Pendidikan dan pengajaran merupakan sebagai dimensi teoritis dalam upaya perbaikan. Sedangkan pembiasaan merupakan dimensi praktis dalam upaya pembentukan (pembinaan) dan persiapan.  Metode pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat berpengaruh dalam perkembangan anak (peserta didik). Ketika daya tangkap dan potensi anak dalam menerima pengajaran, maka pembiasaan sangat penting mengasah daya tangkap dan potensi anak.  
c.    Pendidikan dengan nasehat
Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan aqidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial adalah pendidikan anak dengan memberikan kepada mereka nasehat-nasehat. Karena nasehat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka kesadaran anak tentang hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia.
Abdullah Nashih Ulwan banyak mengutip ayat al-Qur’an tentang metode pemberian nasehat yang difirmankan Allah untuk hamba-Nya. Al-Qur’an penuh dengan ayat-ayat yang menjadikan metode pemberian nasehat sebagai dasar dakwah, sebagai jalan perbaikan individu dan pemberi petunjuk bagi masyarakat.
Menurut Ulwan, metode al-Qur’an dalam menyajikan nasehat dan pengajaran mempunyai ciri tersendiri, seperti tampak dibawah ini[3]:
1.    Ajakan yang menyenangkan disertai dengan kelembutan atau upaya penolakan
Metode ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap jiwa dan perasaan. Ajakan yang menyenangkan yang disertai dengan kelembutan atau penolakan ini tampak sekali dalam dialog al-Qur’an dengan hati dan akal manusia dalam bebarbagi bentuk, jenis dan tingkatan.
Ada beberapa contoh ajakan al-Qur’an dengan berbagai uslub, diantaranya adalah
a)    Ajakan untuk anak-anak
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (لقمان:13)

Artinya:”Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".  (QS. Luqman:13).

b)   Ajakan untuk kaum wanita
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاءِ الْعَالَمِينَ (42)يَامَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ (مريم: 42-43)

Artinya:”Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus”. (QS. Maryam:42-43)
c)    Ajakan untuk bangsa-bangsa
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (البقرة:54)

Artinya:” Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada  Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang  menjadikan kamu; maka Allah akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi  Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 54)

d)   Ajakan kepada orang beriman
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (البقرة:153)

Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan)  salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah:153)

e)    Ajakan kepada ahli kitab
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (ال عمران:64)

Artinya:”Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali Imran:64)

f)    Ajakan kepada seluruh umat manusia
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(21)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة:21-22)

Artinya:”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar  kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air  (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu  janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”(QS. Al-Baqarah:21-22)

2.    Metode cerita disertai dengan perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat.
Metode ini mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal dengan argumentasinya yang logis dan rasional. Al-Qur’an menggunakan metode ini di beberapa tempat, terutama dalam kisah para Nabi dan Rasul serta kaumnya.
Al-Qur’an penuh dengan berbagai kisah para nabi dan rasul serta kaumnya. Terkadang kisah itu diulang di beberapa surat dan untuk menampakkan kisah itu, maka setiap kali al-Qur’an memakai metode baru yang kadang-kadang berbeda dengan metode sebelumnya sekaligus merupakan salah satu kemukjizatan al-Qur’an yang tidak ada bandingannya dalam cara penyajiaanya dengan kitab-kitab lain.
   
d.   Metode wasiat dan nasehat
Al-Qur’an sangat banyak dipenuhi oleh ayat-ayat yang disertai dengan wasiat dan nasehat yang mengandung arahan kepada pembaca terhadap apa yang mendatangkan manfaat dalam agama, dunia dan akhirat, juga bermanfaat bagi pembentukan diri secara spiritual, mental dan fisik.
Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan tentang metode wasiat dan nasehat yang terdapat dalam al-Qur’an sebagai berikut[4]:
a)    Pengarahan dengan kata penguat
b)   Pengarahan dengan pertanyaan yang mengandung kecaman
c)    Pengarahan dengan argument logika
d)   Pengarahan dengan keuniversalan Islam
e)    Pengarahan  dengan yurisprudensi  
Ulwan juga mengutip beberapa hadis Nabi tentang penggunaan metode wasiat dan nasehat yang telah dilakukan Nabi kepada para sahabatnya. Diantaranya sebagai berikut[5]:
a)    Menggunakan dengan metode dialog
b)   Memulai nasehat dengan bersumpah kepada Allah
c)    Mencampur nasehat dengan humor
d)   Sederhana dalam nasehat agat tidak membosankan
e)    Nasehat yang berwibawa dan berbekas
f)    Memberi nasehat dengan memberikan perumpamaan
g)   Memberi nasehat dengan memperagakan tangan
h)   Memberi nasehat dengan memperagakan gambar
i)     Memberi nasehat dengan amalan praktis
j)     Memberi nasehat dengan situasi
k)   Member nasehat dengan mengalihkan kepada yang lebih penting
l)     Memberi nasehat dengan menunjukkan sesuatu yang haram agar dijauhi
e.    Pendidikan dengan Perhatian
Pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan segala pikiran dengan penuh dan mengikuti perkembangan aspek aqidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya.
Sangat memungkinkan bahwa pendidikan semacam ini merupakan modal dasar yang dianggap paling kokoh dalam pembentukan manusia seutuhnya. Melalui upaya ini akan tercipta muslim hakiki. Islam dengan keuniversalan prinsip dan peraturannya memerintahkan orang tua atau pendidik untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawas anak-anak/siswa mereka dalam segala segi kehidupan dan pendidikan yang universal.
Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan petunjuk Nabi SAW memerintahkan orang tua/pendidik keharusan memperhatikan dan melakukan pengawasan terhadap anak-anak mereka. Abdullah Nashih Ulwan mengutip diantara firman Allah yang menjelaskan tentang keharusan memperhatikan dan melakukan pengawasan. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم:6)
  
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. Al-Tahrim:6)

 Ulwan mengomentari ayat di atas, bahwa memelihara anak dari siksaan api neraka butuh perhatian dan pengawasan dari orang tua mereka. Bagaimana orang tua atau pendidik memelihara keluarga dan anak-anak dari api neraka jika ia tidak memerintah dan melarang mereka, tidak memperhatikan dan mengontrol mereka?. Maka dari itu, pendidikan dengan perhatian sangat dibutuhkan bagi seorang pendidik atau orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.
Perhatian dan pengawasan itu tidak hanya terbatas pada aspek perbaikan dalam pembentukan jiwa umat manusia, akan tetapi harus mencakup semua aspek seperti; keimanan, mental, moral, fisik, spiritual dan sosial sehingga pendidikan dapat menghasilkan buah dalam menciptakan individu muslim yang memiliki kepribadian integral, matang dan sempurna yang dapat memenuhi hak semua orang.    
f.     Pendidikan dengan hukuman
Pada dasarnya syari’at Islam itu lurus dan adil serta prinsip-prinsipnya yang universal sungguh memiliki peran dalam melindungi kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Kebutuhan tersebut meliputi menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal dan menjaga harta benda.
Untuk memelihara masalah tersebut, syari’at telah meletakkan berbagai hukuman yang mencegah dan melindungi bagi setiap pelanggar dan perusak. Hukuman tersebut dikenal dalam syari’at sebagai hudud dan ta’zir.
Hukuman bagaimanapun bentuknya, merupakan cara yang tegas dan tepat untuk memperbaiki umat dan mengokohkan pilar-pilar keamanan serta ketentraman dalam kehidupan manusia. Bangsa yang hidup tanpa ada hukuman bagi para penjahatnya adalah bangsa yang goyah, hidup dalam kekacauan sosial yang setiap saat akan menjadi tindak kejahatan.
Abdullah Nashih Ulwan menawarkan metode hukuman yang bisa diterapkan dalam dunia pendidikan, maka harus diperhatikan sebagai berikut:
1)   Lemah lembut dan kasih sayang
2)   Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman
3)   Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap, hukuman yang paling ringan hingga hukuman yang paling keras
Rasulullah SAW telah meletakkan metode dan tata cara bagi para pendidik untuk memperbaiki penyimpangan anak, mendidik, meluruskan kebengkokannya, membentuk moral dan spritualnya. Ada beberapa yang diajarkan Rasulullah SAW dalam menerapkan hukuman itu sebagai berikut:
1)   Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan
2)   Menunjukkan kesalahan dengan ramah tamah
3)   Menunjukkan kesalahan dengan isyarat
4)   Menunjukkan kesalahan dengan kecaman
5)   Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan
6)   Menunjukkan kesalahan dengan memukul
7)   Menunjukkan kesalahan dengan memberikan hukuman yang    membuat jera
Berdasarkan dari metode dan tata cara yang telah disebutkan diatas, maka seorang pendidik dapat memilih metode yang paling sesuai untuk mendidik anak yang dapat memperbaiki penyimpangannya, Terkadang, perbaikan cukup dengan memberikan nasehat yang jelas dan tegas dengan pandangan sekilas, keramahtamahan, dengan isyarat atau melontarkan kata-kata yang menjerakan.
Jika pendidik mengetahui bahwa menunjukkan kesalahan dengan salah satu metode ini tidak mendapatkan hasil dalam upaya memperbaiki anak dan meluruskan problematikanya, maka ketika hendaknya ia secara bertahap belarih kepada yang lebih keras, misalnya dengan mengeluarkan kecaman. Jika tidak dianggap, maka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Jika tidak berguna juga, maka pukulan yang menyakitkan
Ketika Islam menetapkan hukuman dengan pukulan seperti yang telah disebutkan diatas, Islam memberikan batasan dan persyaratan, sehingga pukulan tidak keluar dari tujuan pendidikan, yaitu untuk memperbaiki dan membuat jera. Adapun persyaratan memberikan hukuman pukulan sebagai berikut:
1)   Pendidik tidak terburu-buru menggunakan metode pukulan, kecuali setelah menggunakan semua metode lembut yang mendidik dan membuat jera
2)   Pendidik tidak memukul ketika dalam keadaan sangat marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya pada anak
3)   Ketika memukul, hendaknya menghindari anggota badan yang peka seperti kepala, muka, dada dan perut
4)   Pukulan untuk hukuman, hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti
5)   Tidak memukul anak sebelum ia berusia sebelum sepuluh tahun.
6)   Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk bertobat dari perbuatan yang telah dilakukan. Memberi kesempatan untuk minta maaf dan diberi kelapangan untuk didekati seorang penengah, tanpa memberikan hukuman, tetapi mengambil janji untuk tidak mengulangi kesalahannya itu.
7)   Pendidik hendaknya memukul anak dengan tanganya sendiri dan tidak menyerahkan kepada saudara-saudaranya atau teman-temannya
8)   Jika anak sudah menginjak usia dewasa dan pendidik melihat bahwa pukulan sepuluh kali tidak membuatnya jera, maka boleh ia menambah dan mengulanginya sehingga anak menjadi baik kembali.   
Dari uraian di atas, maka Ulwan menegaskan bahwa pendidikan Islam telah memberikan perhatian besar terhadap hukuman, baik hukuman spiritual maupun hukuman material. Hukuman ini telah diberi batasan dan persyaratan dan para pendidik tidak boleh melanggarnya. Sangat bijaksana jika para pendidik (orang tua dan guru) meletakkan hukuman pada proporsi yang sebenarnya, seperti meletakkan sikap ramah tamah dan lemah lembut pada tempat yang sesuai. Sangat naif jika para pendidik bersikap lemah lembut ketika membutuhkan kekerasan dan ketegasan atau bersikap keras pada saat membutuhkan kasih sayang dan kelapangan dada. 


[1] Ibid, h. 635
[2] Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Bardizbah al-Ja'fi al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut : Dar al-Fikr, t.th), Juz II, hal. 80. 
[3] Abdullah Nashih Ulwan, op.cit, h. 687 
[4] Ibid, h. 702
[5] Ibid, h. 712 

Tidak ada komentar: