Macam-macam metode pendidikan
yang berpengaruh terhadap anak menurut Abdullah Nashih Ulwan dapat diuraikan
sebagai berikut :
a.
Pendidikan
dengan keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan
merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam
mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak.
Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang
tindak-tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh
mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan akan senantiasa dalam kepribadian
anak.
Oleh karena itu, masalah
keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika
pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri
dari perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka anak akan tumbuh dalam
kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan terjauh dari perbuatan
yang bertentangan dengan agama.
Seorang anak, bagaimanapun
besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya
fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok
pendidikan utama, selama ia tidak melihat seorang pendidik sebagai teladan dari
nilai-nilai moral yang tinggi. Adalah sangat mudah bagi pendidik mengajarkan
anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi tarsa sangat sulit bagi
anak untuk melaksanakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan
dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya.
Memberikan keteladanan yang baik
dalam pandangan Islam merupakan metode pendidikan yang paling membekas pada
anak didik. Ketika anak menemukan pada jati diri orang tua dan pendidik
keteladanan baik dalam segala hal, maka anak telah meneguk prinsip-prinsip
kebaikan dalam jiwanya dan akan membekas dalam diri anak. Ketika orang tua atau
pendidik menginginkan anak didiknya tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan
diri dari perbuatan yang dilarang agama, maka hendaklah orang tua atau pendidik
memberikan keteladanan, seperti dalam berbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan.
Pada dasarnya anak melihat orang
tuanya atau gurunya berbuat dusta, anak tidak mungkin akan berlaku jujur. Anak
yang melihat orang tua atau gurunya berkhianat, anak tidak mungkin belajar
amanah. Anak yang mendengar orang tua atau gurunya berkata kufur, caci maki dan
celaan, anak tidak mungkin betutur manis. Anak yang melihat orang tua atau
gurunya marah, emosi, anak tidak mungkin belajar sabar.
Demikianlah anak akan tumbuh
dalam kebaikan, terdidik dalam akhlak baik jika melihat orang tua dan gurunya
memberikan keteladanan yang baik. Begitu juga sebaliknya, anak akan tumbuh
dalam kenakalan jika ia (anak) melihat kedua orang tua atau gurunya memberikan
keteladanan yang buruk.
Abdullah Nashih Ulwan menyebutkan:
أما القدوة التي أعطاها النبي صلى الله
عليه وسلم في مجال العبده والأخلاق فقد بلغت في مراتبها أعلاها وكلما توالت
الدهور. وتعاقبت الكاملة للمنهج الإسلامي, ليكون للأجيال المتعاقبة الصورة الحية
الخالدة في كمال خلقه وشمول عظمته[1].
Artinya: “Bahwa Rasulullah Muhammad SAW merupakan
figur pendidik yang mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun
intelektual. Sehingga umat manusia meneladaninya dan belajar darinya. Allah SWT
juga telah meletakkan dalam pribadi Muhammad SAW satu bentuk yang sempurna bagi
metode islami, agar menjadi gambaran hidup dan abadi bagi generasi-generasi
berikutnya dalam kesempurnaan akhlaknya dan sebagai seorang pendidik yang baik.
Bentuk keteladanan Nabi Muhammad SAW meliputi segala aspek, baik dalam hal
ibadah, akhlak, maupun seorang pendidik sekalipun.
Sebagai pesan dari pengarang buku
ini, Ulwan menyampaikan sudah sepatutnya bagi generasi Muslim saat ini
memberikan contoh yang baik, perilaku yang baik dan terpuji kepada orang lain,
sehingga menjadi petunjuk bagi orang lain. Begitu juga dalam dunia pendidikan,
berhasilnya sebuah pendidikan perlu adanya teladan yang baik bagi seorang
pendidik.
b.
Pendidikan
dengan pembiasaan
Sudah menjadi ketetapan syari’at,
bahwa anak sejak lahir telah diciptakan dengan fitrah tauhid yang murni, agama
yang benar dan iman kepada Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ
الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (الروم : 30)
Artinya: ”Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (QS. Rum:30)
Ayat di atas dijelaskan
Rasulullah dalam hadisnya sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ وَبِنَصْرَانِهِ وَيُشْرِكَانِهِ (رواه البخاري)
Artinya : "Dari
Abi Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda ; tidak seorangpun bayi lahir
melainkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menyebabkan anak
itu menjadi Yahudi, Nasrani dan syirik. (HR. Bukhari)[2].
Dari penjelasan hadis di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua sangat berperan dalam pembentukan
pribadi dan tingkah laku anak, apakah anak akan bertingkah laku baik atau
sebaliknya sangat bergantung pada pendidikan yang diberikan orang tuanya.
Dalam melaksanakan pemeliharaan
anak tersebut, orang tua bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik, tetapi
juga kebutuhan non fisik termasuk pendidikan kerohanian. Pendidikan orang tua
terhadap anak dalam rumah tangga berjalan secara alamiah. Sejak awal kelahiran
anak berinteraksi dengan orang tua dan orang tua berpeluang mengajarkan segala
sesuatu kepada anak.
Pendidikan dan pemeliharaan anak
tampak sekali peranan pembiasaan dalam kehidupan mereka. Tidak disangkal, bahwa
anak akan tumbuh dengan iman yang benar, berhias dengan etika yang islami,
bahkan sampai pada puncak nilai-nilai spiritual yang tinggi dan kepribadian
yang utama jika ia hidup yang dibekali dengan pendidikan islami dan lingkungan
yang baik.
Pendidikan dan pengajaran
merupakan sebagai dimensi teoritis dalam upaya perbaikan. Sedangkan pembiasaan
merupakan dimensi praktis dalam upaya pembentukan (pembinaan) dan
persiapan. Metode pembiasaan merupakan
salah satu metode pendidikan yang sangat berpengaruh dalam perkembangan anak
(peserta didik). Ketika daya tangkap dan potensi anak dalam menerima
pengajaran, maka pembiasaan sangat penting mengasah daya tangkap dan potensi
anak.
c.
Pendidikan
dengan nasehat
Termasuk metode pendidikan yang
cukup berhasil dalam pembentukan aqidah anak dan mempersiapkannya baik secara
moral, emosional maupun sosial adalah pendidikan anak dengan memberikan kepada
mereka nasehat-nasehat. Karena nasehat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam
membuka kesadaran anak tentang hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat
dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia.
Abdullah Nashih Ulwan banyak
mengutip ayat al-Qur’an tentang metode pemberian nasehat yang difirmankan Allah
untuk hamba-Nya. Al-Qur’an penuh dengan ayat-ayat yang menjadikan metode
pemberian nasehat sebagai dasar dakwah, sebagai jalan perbaikan individu dan
pemberi petunjuk bagi masyarakat.
Menurut Ulwan, metode al-Qur’an
dalam menyajikan nasehat dan pengajaran mempunyai ciri tersendiri, seperti
tampak dibawah ini[3]:
1.
Ajakan yang menyenangkan disertai
dengan kelembutan atau upaya penolakan
Metode ini mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap jiwa dan perasaan. Ajakan yang menyenangkan yang
disertai dengan kelembutan atau penolakan ini tampak sekali dalam dialog al-Qur’an
dengan hati dan akal manusia dalam bebarbagi bentuk, jenis dan tingkatan.
Ada beberapa contoh ajakan
al-Qur’an dengan berbagai uslub, diantaranya adalah
a)
Ajakan untuk anak-anak
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ
بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (لقمان:13)
Artinya:”Dan
(ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah)
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". (QS. Luqman:13).
b)
Ajakan untuk kaum wanita
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ
اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاءِ الْعَالَمِينَ (42)يَامَرْيَمُ اقْنُتِي لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي
مَعَ الرَّاكِعِينَ (مريم:
42-43)
Artinya:”Ingatlah
ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah
sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu
sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang lurus”. (QS. Maryam:42-43)
c)
Ajakan untuk bangsa-bangsa
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ إِنَّكُمْ
ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ
هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (البقرة:54)
Artinya:”
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,
sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan
anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah
dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima
tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah:
54)
d)
Ajakan kepada orang beriman
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ
وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ (البقرة:153)
Artinya:”Wahai
orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
(mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah:153)
e)
Ajakan kepada ahli kitab
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ
سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ
شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (ال عمران:64)
Artinya:”Katakanlah:
"Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika
mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali
Imran:64)
f)
Ajakan kepada seluruh umat
manusia
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ(21)الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا
وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ
رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة:21-22)
Artinya:”Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah
Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu;
karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui”(QS. Al-Baqarah:21-22)
2.
Metode cerita disertai dengan
perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat.
Metode ini mempunyai pengaruh
tersendiri bagi jiwa dan akal dengan argumentasinya yang logis dan rasional.
Al-Qur’an menggunakan metode ini di beberapa tempat, terutama dalam kisah para
Nabi dan Rasul serta kaumnya.
Al-Qur’an penuh dengan berbagai
kisah para nabi dan rasul serta kaumnya. Terkadang kisah itu diulang di
beberapa surat dan untuk menampakkan kisah itu, maka setiap kali al-Qur’an
memakai metode baru yang kadang-kadang berbeda dengan metode sebelumnya
sekaligus merupakan salah satu kemukjizatan al-Qur’an yang tidak ada bandingannya
dalam cara penyajiaanya dengan kitab-kitab lain.
d.
Metode wasiat dan nasehat
Al-Qur’an sangat banyak dipenuhi
oleh ayat-ayat yang disertai dengan wasiat dan nasehat yang mengandung arahan
kepada pembaca terhadap apa yang mendatangkan manfaat dalam agama, dunia dan
akhirat, juga bermanfaat bagi pembentukan diri secara spiritual, mental dan
fisik.
Abdullah Nashih Ulwan
mengemukakan tentang metode wasiat dan nasehat yang terdapat dalam al-Qur’an
sebagai berikut[4]:
a)
Pengarahan dengan kata penguat
b)
Pengarahan dengan pertanyaan yang
mengandung kecaman
c)
Pengarahan dengan argument logika
d)
Pengarahan dengan keuniversalan
Islam
e)
Pengarahan dengan yurisprudensi
Ulwan juga mengutip beberapa
hadis Nabi tentang penggunaan metode wasiat dan nasehat yang telah dilakukan
Nabi kepada para sahabatnya. Diantaranya sebagai berikut[5]:
a)
Menggunakan dengan metode dialog
b)
Memulai nasehat dengan bersumpah
kepada Allah
c)
Mencampur nasehat dengan humor
d)
Sederhana dalam nasehat agat
tidak membosankan
e)
Nasehat yang berwibawa dan
berbekas
f)
Memberi nasehat dengan memberikan
perumpamaan
g)
Memberi nasehat dengan
memperagakan tangan
h)
Memberi nasehat dengan
memperagakan gambar
i)
Memberi nasehat dengan amalan
praktis
j)
Memberi nasehat dengan situasi
k)
Member nasehat dengan mengalihkan
kepada yang lebih penting
l)
Memberi nasehat dengan
menunjukkan sesuatu yang haram agar dijauhi
e.
Pendidikan dengan Perhatian
Pendidikan dengan perhatian
adalah mencurahkan segala pikiran dengan penuh dan mengikuti perkembangan aspek
aqidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial,
disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan
ilmiahnya.
Sangat memungkinkan bahwa
pendidikan semacam ini merupakan modal dasar yang dianggap paling kokoh dalam
pembentukan manusia seutuhnya. Melalui upaya ini akan tercipta muslim hakiki.
Islam dengan keuniversalan prinsip dan peraturannya memerintahkan orang tua atau
pendidik untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengawas
anak-anak/siswa mereka dalam segala segi kehidupan dan pendidikan yang
universal.
Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan
petunjuk Nabi SAW memerintahkan orang tua/pendidik keharusan memperhatikan dan
melakukan pengawasan terhadap anak-anak mereka. Abdullah Nashih Ulwan mengutip diantara
firman Allah yang menjelaskan tentang keharusan memperhatikan dan melakukan
pengawasan. Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (التحريم:6)
Artinya:”Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”
(QS. Al-Tahrim:6)
Ulwan mengomentari ayat di atas, bahwa memelihara
anak dari siksaan api neraka butuh perhatian dan pengawasan dari orang tua
mereka. Bagaimana orang tua atau pendidik memelihara keluarga dan anak-anak
dari api neraka jika ia tidak memerintah dan melarang mereka, tidak
memperhatikan dan mengontrol mereka?. Maka dari itu, pendidikan dengan
perhatian sangat dibutuhkan bagi seorang pendidik atau orang tua dalam mendidik
anak-anak mereka.
Perhatian dan pengawasan itu
tidak hanya terbatas pada aspek perbaikan dalam pembentukan jiwa umat manusia,
akan tetapi harus mencakup semua aspek seperti; keimanan, mental, moral, fisik,
spiritual dan sosial sehingga pendidikan dapat menghasilkan buah dalam
menciptakan individu muslim yang memiliki kepribadian integral, matang dan
sempurna yang dapat memenuhi hak semua orang.
f.
Pendidikan
dengan hukuman
Pada dasarnya syari’at Islam itu
lurus dan adil serta prinsip-prinsipnya yang universal sungguh memiliki peran
dalam melindungi kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia.
Kebutuhan tersebut meliputi menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan,
menjaga akal dan menjaga harta benda.
Untuk memelihara masalah
tersebut, syari’at telah meletakkan berbagai hukuman yang mencegah dan
melindungi bagi setiap pelanggar dan perusak. Hukuman tersebut dikenal dalam
syari’at sebagai hudud dan ta’zir.
Hukuman bagaimanapun bentuknya,
merupakan cara yang tegas dan tepat untuk memperbaiki umat dan mengokohkan
pilar-pilar keamanan serta ketentraman dalam kehidupan manusia. Bangsa yang
hidup tanpa ada hukuman bagi para penjahatnya adalah bangsa yang goyah, hidup
dalam kekacauan sosial yang setiap saat akan menjadi tindak kejahatan.
Abdullah Nashih Ulwan menawarkan
metode hukuman yang bisa diterapkan dalam dunia pendidikan, maka harus
diperhatikan sebagai berikut:
1)
Lemah lembut dan kasih sayang
2)
Menjaga tabiat anak yang salah
dalam menggunakan hukuman
3)
Dalam upaya pembenahan, hendaknya
dilakukan secara bertahap, hukuman yang paling ringan hingga hukuman yang
paling keras
Rasulullah SAW telah meletakkan
metode dan tata cara bagi para pendidik untuk memperbaiki penyimpangan anak,
mendidik, meluruskan kebengkokannya, membentuk moral dan spritualnya. Ada
beberapa yang diajarkan Rasulullah SAW dalam menerapkan hukuman itu sebagai
berikut:
1)
Menunjukkan kesalahan dengan
pengarahan
2)
Menunjukkan kesalahan dengan
ramah tamah
3)
Menunjukkan kesalahan dengan
isyarat
4)
Menunjukkan kesalahan dengan
kecaman
5)
Menunjukkan kesalahan dengan
memutuskan hubungan
6)
Menunjukkan kesalahan dengan
memukul
7)
Menunjukkan kesalahan dengan
memberikan hukuman yang membuat jera
Berdasarkan dari metode dan tata
cara yang telah disebutkan diatas, maka seorang pendidik dapat memilih metode
yang paling sesuai untuk mendidik anak yang dapat memperbaiki penyimpangannya,
Terkadang, perbaikan cukup dengan memberikan nasehat yang jelas dan tegas
dengan pandangan sekilas, keramahtamahan, dengan isyarat atau melontarkan
kata-kata yang menjerakan.
Jika pendidik mengetahui bahwa
menunjukkan kesalahan dengan salah satu metode ini tidak mendapatkan hasil
dalam upaya memperbaiki anak dan meluruskan problematikanya, maka ketika
hendaknya ia secara bertahap belarih kepada yang lebih keras, misalnya dengan
mengeluarkan kecaman. Jika tidak dianggap, maka dengan pukulan yang tidak
membahayakan. Jika tidak berguna juga, maka pukulan yang menyakitkan
Ketika Islam menetapkan hukuman
dengan pukulan seperti yang telah disebutkan diatas, Islam memberikan batasan
dan persyaratan, sehingga pukulan tidak keluar dari tujuan pendidikan, yaitu
untuk memperbaiki dan membuat jera. Adapun persyaratan memberikan hukuman
pukulan sebagai berikut:
1)
Pendidik tidak terburu-buru
menggunakan metode pukulan, kecuali setelah menggunakan semua metode lembut
yang mendidik dan membuat jera
2)
Pendidik tidak memukul ketika
dalam keadaan sangat marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahaya pada anak
3)
Ketika memukul, hendaknya
menghindari anggota badan yang peka seperti kepala, muka, dada dan perut
4)
Pukulan untuk hukuman, hendaknya
tidak terlalu keras dan tidak menyakiti
5)
Tidak memukul anak sebelum ia
berusia sebelum sepuluh tahun.
6)
Jika kesalahan anak adalah untuk
pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk bertobat dari perbuatan
yang telah dilakukan. Memberi kesempatan untuk minta maaf dan diberi kelapangan
untuk didekati seorang penengah, tanpa memberikan hukuman, tetapi mengambil
janji untuk tidak mengulangi kesalahannya itu.
7)
Pendidik hendaknya memukul anak
dengan tanganya sendiri dan tidak menyerahkan kepada saudara-saudaranya atau
teman-temannya
8)
Jika anak sudah menginjak usia
dewasa dan pendidik melihat bahwa pukulan sepuluh kali tidak membuatnya jera,
maka boleh ia menambah dan mengulanginya sehingga anak menjadi baik kembali.
Dari uraian di
atas, maka Ulwan menegaskan bahwa pendidikan Islam telah memberikan perhatian
besar terhadap hukuman, baik hukuman spiritual maupun hukuman material. Hukuman
ini telah diberi batasan dan persyaratan dan para pendidik tidak boleh
melanggarnya. Sangat bijaksana jika para pendidik (orang tua dan guru)
meletakkan hukuman pada proporsi yang sebenarnya, seperti meletakkan sikap
ramah tamah dan lemah lembut pada tempat yang sesuai. Sangat naif jika para
pendidik bersikap lemah lembut ketika membutuhkan kekerasan dan ketegasan atau
bersikap keras pada saat membutuhkan kasih sayang dan kelapangan dada.
[1] Ibid, h. 635
[2] Imam Abu Abdillah
Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Bardizbah al-Ja'fi al-Bukhari, Shahih
al-Bukhari, (Beirut
: Dar al-Fikr, t.th), Juz II, hal. 80.
[3] Abdullah Nashih
Ulwan, op.cit, h. 687
[4] Ibid, h. 702
[5] Ibid, h.
712
Tidak ada komentar:
Posting Komentar