Cari Blog Ini

Rabu, 31 Juli 2019

Makna Kebijakan


A.    Makna Kebijakan
Secara etimologi, kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy, dalam bahasa Inggris. Kata policy sebenarnya dapat dijumpai dalam bahasa-bahasa lain seperti Latin, Yunani dan Sankrit. Politia dalam bahasa Latin berarti negara. Polis dalam bahasa Yunani berarti negara kota. Pur dalam bahasa Sanskrit berarti kota. Policie dalam bahasa Inggris berarti: mengurus masalah atau kepentingan umum, atau berarti juga administrasi pemerintah.[1] Kata asal tersebut menghasilkan tiga jenis pengertian yang sekarang ini dikenal, yaitu politic, policy dan polici. Politic berarti seni atau ilmu pemerintahan (the art and science of government), policy berarti hal-hal yang berkenaan dengen pemerintahan. Adapun kebijaksanaan pendidikan merupakan terjemahan dari educational policy. Educational Policy sendiri merupakan penggabungan antara kata education dan policy.[2] 
15
 
Oleh sebagaian ahli menyamakan antara kebijakan dengan kebijaksanaan. Secara terminologis, kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam, sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Harold D. Lassewell dan Abraham Kaplan memberi arti kebijaksanaan sebagai “a projected program of goals, values and practices.”[3] Artinya, suatu program pencapaian tujuan,nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Carl J. Friedrick mendefinisikan kebijaksanaan sebagai”...a proposed course of action of a person, group, or goverment within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an efford to reach a goal or realize an objective or a purpose.” Artinya, serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap lekasanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya James E. Anderson mengemukakan kebijakan itu adalah: “A purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern.”[4] Artinya, serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna pemecahan suatu masalah tertentu. Amara Raksasataya[5] mengemukakan kebijakasaan sebagai suatu taktik dan staregi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat tiga elemen, yaitu: (1) identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai; (2) taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk menapai tujuan yang diinginkan; (3) penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secra nyata dati taktik atau strategi.
Dalam kaitannya dengan kata kebijakan, sering diperdebatkan apa perbedaan antara kebijaksanaan dengan kebijakan. Hal ini terjadi, karena kedua kata ini, kebijaksanaan dan kebijakan, sama-sama belum dibakukan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam pengertian kedua kata ini belum terlihat kesamaan pandangan. Dengan demikian, policy ini diterjemahkan ke dalam kebijaksanaan atau kebijakan, masih belum disepakti. Jika yang dipergunakan untuk menterjemahkan kata policy ini masih belum jelas, maka yang dipergunakan untuk menterjemahkan kata wisdom pun menjadi tak jelas. Sementara itu, jika policy diterjemahkan menjadi kebijaksanaan, maka wisdom diterrjemahkan menjadi kebijakan. Tapi, ada yang mengusulkan agar policy diterjemahkan, menjadi kebijakan, sedangkan wisdom  diterjemahkan menjadi kebijaksanaan.
Menghadap perbedaan demikian, Indrafachuri sebagai penulis buku kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, dengan editor Effendi, mengambil sikap yang tegas. Ia menyebut kebijaksanaan dalam pengertian policy dan kebijakan dalam pengertian wisdom. Dengan demikian, apa yang disebut sebagai kebijaksanaan adalah policy, sedangkan yang ia maksud kebijakan ialah wisdom.[6]   
Penulis lebih sepakat dengan apa yang digunakan oleh Muhammad Sirozi penulis disertasi tentang kebijakan, alumnus Monas University Australia, menterjemahkan policy sebagai kebijakan.


[1]Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), cet. Ke-2, h. 12-13

[2]Ibid.

[3]Harold D. Lasswel dan Abraham Kaplan, Power and Society, (New Haven: Yale University Press, 1970), h. 71

[4]James E. Anderson, Public Policy Making, (New York: McGraw Hill, 1993), h. 79

[5]Lihat, Bintoro Tjokroemidjojo, “Analisa Kebijaksanaan dalam Proses Perencanaan Pembangunan Nasional,” majalah Administrator, No. 5-6 tahun IV, 1976, h. 5
[6]Ali Imron, Op.Cit., h. 16

Tidak ada komentar: