Gerakan Pendidikan Lingkungan
Upaya mencegah bencana,
misalnya bahaya banjir, memang sudah banyak dilaksanakan. Berbagai upaya
seperti pembuatan saluran pembuangan air yang benar, reboisasi, rehabilitasi
hutan dan lahan, sampai aksi tanam sejuta pohon. Namun sayangnya, hingga saat
ini, upaya tersebut belum mampu menahan industri kehutanan yang sampai sekarang
terus menebang hutan dan terus percepatan penurunan jumlah hutan. Akibatnya,
banjir menggenang tiap musim hujan, bahkan yang terparah justru terjadi di Ibu
Kota Jakarta. Perekonomian lumpuh, infrastruktur rusak, sampai kerugian materi
puluhan triliun rupiah.[1]
Gerakan lingkungan tadi
bisa menjadi yang tidak efektif karena peran serta masyarakat yang minim. Jika
dilihat lebih jauh, banyak kalangan, termasuk oknum pejabat yang tindakannya
justru berlawanan dengan gerakan ini. Masyarakat mulai menanam bibit tanaman,
pada saat yang sama si oknum menebangnya di hutan. [2]
Membangun kesadaran
lingkungan hidup akan memakan waktu yang sangat lama. Bisa jadi berpuluh tahun
lamanya. Karena itu, hal terpenting adalah kesadaran yang keberlanjutan dan
semangat terus menerus. Kita harus yakin mampu melakukan pemulihan lahan kritis
secara bertahap tapi pasti. Gerakan ini harus dilakukan secara bersamaan, satu
orang dengan orang yang lain, anak-orang tuanya juga bersamaan ikut
partisipasi. Guru dan murid saling mendukung. Kehidupan di masyarakat, tokoh
politik, birokrat, pengusaha, pemuka agama , artis, LSM, ormas, jurnalis, media
massa, dan terutama pemerintah juga bersemangat menyukseskan gerakan peduli
lingkungan ini.[3]
Gerakan ini tidak bisa
dilakukan sendiri-sendiri. Semua pihak harus bergandengan tangan. Satu dengan
yang lain saling mendukung dan tidak bisa sendiri-sendiri. Misalnya, para
selebritis atau pekerja seni dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
lingkungan. Demikian sebaliknya, para pekerja lingkungan dapat melakukan kerja
seni untuk menopang kampanye pelestarian. Para pemuka agama seperti kiai di
pesantren juga dapat menjadi ujung tombak gerakan pelestarian lingkungan ini.
Baru-baru ini kita mendengar ada sebuah pesantren di Yogyakarta yang menerapkan
pelatihan mengenai berbagai materi lingkungan seperti pemanfaatan energi air
dan matahari. Mereka juga melakukan pengelolaan sampah dan prospek bisnisnya.
Mereka patut ditiru karena telah melakukan program pendidikan lingkungan secara
mandiri.[4]
Yang sangat diharapkan
adalah peran pemerintah. Mereka harus lebih kreatif lagi dalam membentuk budaya
cinta lingkungan. Misalkan, untuk menjamin pendidikan lingkungan dalam arti
luas. Misalnya melakukan kampanye peduli lingkungan melalui media cetak (koran
dan majalah), media elektronik (televisi dan radio], termasuk melalui leaflet dan poster-poster.
Peran media massa fungsinya sangat penting dalam membangun opini masyarakat
tentang kerusakan lingkungan. Dan sekaligus media massa dapat digunakan untuk
menangkap para penjahat lingkungan.
Pemutaran film tentang
lingkungan yang menghadirkan para pakar dan praktisi lingkungan.. Masyarakat
awam lebih mudah memahami dengan melihat film ketimbang membaca dari buku. Film
yang dikategorikan bagus, Mysteries
of Ei Nino, misalnya,
dapat dijadikan acuan dalam mendidik masyarakat. Film ini berkisah tentang
ancaman EI-Nino bagi masa depan manusia. Di Indonesia, peristiwa El Nino
sendiri pernah terjadi pada tahun 1997-1998. Atau yang masih anget adalah film An
inconvenient Truth karya
Al Gore, misalnya.
Di sinilah efektivitas film dalam kaitannya dengan pendidikan dan kesiapan
masyarakat menghadapi bencana dan kerusakan lingkungan.[5]
Pendidikan lingkungan
hidup bisa dirintis melalui jalur formal seperti di sekolah dengan menggunakan
kurikulum, dan pendidikan luas dengan cara nonformal yang di luar sekolah.
Pendidikan kepemudaan, pelatihan kerja, diskusi, kursus-kursus, sampai iklan
layanan masyarakat bisa ditempuh sebagai pendidikan lingkungan hidup dalam arti
seluas-luasnya. Semua ini adalah tugas pemerintah berikut seluruh wagra
negaranya.[6]
Jangan menunggu
sampai bencana datang baru memikirkan solusinya.
Dari sekarang kita semua bisa menentukan
sikap menjaga lingkungan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar