Cari Blog Ini

Minggu, 01 September 2019

Nilai-nilai metode parenting efektif


. Nilai-nilai metode parenting efektif

Parenting adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Parenting menyangkut semua perilaku orang tua sehari-hari baik yang berhubungan langsung dengan anak maupun tidak, yang dapat ditangkap maupun dilihat oleh anak-anaknya, dengan harapan apa yang diberikan kepada anak (pengasuhan) akan berdampak positif bagi kehidupannya terutama bagi agama, diri, bangsa, dan juga negaranya. Maka oleh sebab itu peranan orang tua sangat penting dalam mengembangkan fitrah atau potensi yang ada pada anak. Adapun yang menjadi nilai dari metode parenting efektif adalah :

Nilai-nilai spiritual

Setiap orang mempunyai kebutuhan fundamental sesuai dengan fitrahnya yang meniliki jasmani dan rohani, dan apabila dikaitkan dengan berbagai ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, di setiap hubungan tersebut ada hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, manusia dengan manusia lain/masyarakat, dan manusia dengan dirinya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan rohaninya manusia melaksanakan nilai spiritual dalam kehidupannya.
Nilai spiritual memiliki hubungan dengan sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan sakral suci dan agung. Karena itu termasuk nilai kerohanian, yang terletak dalam hati (bukan arti fisik), hati batiniyah mengatur psikis. Hati adalah hakekat spiritual batiniah, inspirasi, kreativitas dan belas kasih. Mata dan telinga hati merasakan lebih dalam realitas-realitas batiniah yang tersembunyi di balik dunia material yang kompleks. Itulah pengetahuan spiritual. Pemahaman spiritual adalah cahaya Tuhan ke dalam hati, bagaikan lampu yang membantu kita untuk melihat.
Begitu kuatnya keyakinan terhadap kekuatan spiritual sehingga ia dianggapa sebagai kendali dalam memilih kehidupan yang baik dan atau yang buruk. Bahkan menjadi penuntun bagi seseorang dalam melaksanakan perilaku dan sifat dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setidaknya ada tiga hal yang perlu orang tua berikan pada anak saat mereka mulai bisa kita ajak berbicara. Pertama, memperkenalkan Allah kepada melalui sifat-Nya yang pertama kali diperkenalkan, yakni al khaliq (Maha Pencipta). Orang tua menunjukkan pada anak-anaknya bahwa kemana pun kita menghadap wajah kita, disitu kita menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan kesadaran dan kepekaan pada mereka, bahwa seagala sesuatu yang ada disekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan demikian akan muncul kekaguman anak pada Allah. Ia merasa kagum, sehingga tergerak untuk kagum kepada-Nya.[1]
Kedua, orang tua ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada anggota badannya. Dari sinilah kita ajak mereka menyadari bahwa Allah yang menciptakan semau itu. Perlahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah dibalik kesempurnaan penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya pada anak yang menjelang usia dua tahun, ‘mana matanya? Oh matanya dua, ya? Berbinar-binar. Alhamdulillah Allah ciptakan mata yang bagus untuk kamu.[2]
Ketiga, memberi sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali diperkenalkan oleh Allah kepada kita, yakni al-Karim. Di dalam sifat ini terhimpun dua sifat keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Sebagai orangtua seharusnya dapat mengasah kepekaan mereka untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan kepada Allah.[3]

Nilai-nilai pengendalian emosional

Emotional Quotion adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.[4]
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan ntuk berkuasa memanjakan perasaan melainkan mengelola perasaan sendiri sedemikian mungkin sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama. Kecerdasan emosional lebih lanjut dapat diartikan sebagai bentuk kepiawaian, kepandaian, dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri yang berhubungan dengan orang lain di sekeliling mereka dengan menggunakan seluruh potensi psikologis yang dimilikinya seperti inisiatif, empati, adaptasi, komunikasi, kerjasama dan kemampuan persuasi yang secara keseluruhan telah mempribadikan pada diri seseorang.[5]

Nilai-nilai akhlakul karimah

Akhlak menurut bahasa (etimologi) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at.[6] Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan ”khalq” yang berarti kejadian’ serta erat hubungannya dengan ”khaaliq” yang berarti pencipta dan“ makhluq” yang berarti yang diciptakan. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan, ethicos kemudian berubah menjadi etika.[7]
Menurut istilah ada beberapa pengertian akhlak yang dikemukakan para ahli ilmu. Ibnu Maskawaih menjelaskan akhlak yaitu: suatu keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk bertindak tanpa dipikir dan dipertimbangkan secara mendalam.[8] Ahmad Amin dalam bukunya akhlak adalah kehendak yang dibiasakan atau kebiasaan itu sendiri. Sedangkan menurut Al Ghozali dalam buku Abidin Ibnu Rusn, Akhlak ialah : Suatu sikap yang mengakar dalam jiwa darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan . Jika sikap itu darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syarak, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela maka sikap tersebut di sebut akhlak yang buruk.
Ajaran akhlak atau budi pekerti mengacu pada perbuatan baik manusia sebagai hamba Allah SWT. dan manusia sebagai makhluk sosial kemasyarakatan. Baik dan buruknya harkat kemanusiaan bukan semata-mata dilihat dari apa yang dimiliki dan apa yang disandangnya. Pembahasan akhlak terbagi menjadi enam, yaitu; 1) akhlak terhadap allah SWT, 2) akhlak terhadap Rasulullah SAW, 3) akhlak pribadi, 4) akhlak dalam keluarga, 5) akhlak dalam masyarakat, 6) akhlak bernegara.[9]
1)      Akhlak terhadap Allah SWT. Akhlak terhadap SWT meliputi: Taqwa; cinta dan ridho kepada Allah SWT; ikhlas; khouf (takut kepada Allah SWT) dan raja’(berharap kepada Allah SWT); tawakal (pasrah kepada Allah SWT setelah berusaha maksimal); syukur; muraqobah (merasa dalam pengawasan Allah SWT); dan taubat.
2)      Akhlak terhadap Rasulullah SAW. Akhlak terhadap Rasulullah SAW meliputi mencintai dan memuliakan Rasul, mengikuti dan mentaati Rasul, mengucapkan salawat dan salam kepada Rasul
3)      Akhlak pribadi. Akhlak pribadi meliputi; shiddiq (jujur), amanah  (dapat di percaya), istiqomah (teguh dalam iman dan islam), iffah (memelihara diri dari segala hal yang akan merendahkan kita), mujahadah (berusaha sungguh-sungguh), syaja’ah (berani), tawadhu’ (rendah hati); malu; sabar; dan pemaaf.
4)      Akhlak dalam keluarga. Akhlak dalam kelurga meliputi : birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua); hak, kewajiban dan kasih sayang suami istri. Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak serta silaturahmi dengan karib kerabat.
5)      Akhlak bermasyarakat. Akhlak bermasyarakat meliputi : bertamu dan menerima tamu; hubungan baik dengan tetangga, hubungan baik dengan masyarakat, pergaulan muda-mudi, dan ukuwah islamiyah
6)      Akhlak bernegara. Akhlak bernegara meliputi : musyawarah, menegakan keadilan, amar ma’ruf nahi munkar, dan hubungan pemimpin dan yang dipimpin.
Salah satu tujuan pendidikan Islam yaitu, menumbuhkan anak yang beriman dan bertakwa kepada Allah dan berakhlak utama karena adanya pelajaran agama generasi yang sholeh dan bermanfa’at bagi dirinya dan masyarakat.[10]
Target inti tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari wujud nyata. Hal ini bisa berbentuk empiris dari seseorang, yaitu kepribadian muslim yang istiqomah dalm memenuhi perintah Allah, dengan menjaga segala sikap, tingkah laku, tidak lepas dari koridor agama Islam. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersiapkan anak untuk mencapai tujuan akhir, sedangkan tujuan utama yaitu sebagai khalifah Allah yang beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara total kepadanya.

Nilai-nilai kasih sayang

a)      Pengertian kasih sayang
Kasih sayang adalah pola hubungan yang unik diantara dua orang manusia atau lebih. Kasih sayang adalah kebutuhan asasi setiap orang. Anak-anak yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang, akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan kuat. Kasih sayang mempengaruhi kesehatan fisik. Anak-anak yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang orang tuanya, tubuhnya lebih sehat dari anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang.[11]
Kasih sayang juga akan menyelamatkan anak-anak dari sifat kerdil. Anak-anak yang kurang atau tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya akan tumbuh sebagai anak yang merasa terkucilkan. Anak tersebut akan membenci orang tua, orang lain dan kemungkinan besar akan menjadi anak-anak yang suka melakukan hal-hal yang berbahaya. Dalam proses pendidikan di sekolah yaitu peran orang tua digantikan oleh pendidik, pola hubungan mendidik perlu dilandasi oleh kasih sayang dari pendidik kepada peserta didik agar terjalin ikatan perasaan yang dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Kasih sayang memiliki peranan yang penting dalam pengembangan ruh dan keseimbangan jiwa anak-anak. Kondisi keluarga yang penuh dengan kasih sayang dapat menimbulkan kelembutan sikap anak-anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan perhatian akan memiliki kepribadian yang mulia, senang mencintai orang lain dan berperilaku baik dalam masyarakat.[12]

b)      Urgensi kasih sayang dan cara mengekspresikan kasih sayang
Kasih sayang begitu penting karena ia memicu ketaatan dan kebersamaan. Antara kasih sayang dan ketaatan memiliki ikatan kebersamaan. Hasil dari kasih sayang orang tua ini akan membuat anak-anak tidak mudah mengabaikan tanggung jawab dan tugas yang diamanahkan kepada mereka. Peran kasih sayang sangat penting dalam pengembangan ruh dan keseimbangan jiwa anak-anak. Teguh atau tidaknya pendirian dan kebaikan perilaku seorang anak bergantung besarnya kasih sayang yang diterima selama masa pendidikan.
Manusia secara alami membutuhkan kasih sayang. Hanya kasih sayang yang mampu mengubah perilaku seseorang. Anak-anak, kalangan remaja hingga orang dewasa pun sama-sama membutuhkan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang merupakan hal yang sangat penting dalam sistem pengajaran dan pendidikan anak-anak. Ketika seorang anak melihat ikatan kasih sayang pada kedua orang tuanya, maka hal tersebut dapat berpengaruh dalam menjauhkannya dari perbuatan tercela.[13]
Anak-anak dan remaja lebih membutuhkan kasih sayang dibandingkan orang dewasa. Dalam dekapan kasih sayang, perasaan cinta dan kelembutan anak/remaja dapat berkembang dengan baik dan akan berubah menjadi manusia yang ideal. Seorang pendidik yang mengabaikan cinta dan kasih sayang, tidak akan mampu membangun hubungan yang baik dengan peserta didiknya dan pendidik pasti gagal dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepada peserta didik.
Metode yang paling berpengaruh dan efektif dalam pendidikan adalah pendekatan kasih sayang. Rasa cinta dan kasih sayang harus terlebih dahulu menjadi jaminan ketenangan anak-anak di lingkungan keluarga sebelum berhadapan dengan berbagai aturan dan keputusan yang dibuat oleh orang tua. Kebahagiaan dan ketenangan jiwa anak-anak akan terpenuhi jika sebuah keluarga dapat menjadi pusat ekspresi perasaan, kasih sayang, dan kecintaan.
Salah satu poin penting berkaitan dengan kasih sayang orang tua terhadap anak adalah hendaknya orang tua tidak hanya puas dengan memendam kasih sayang dalam batin karena kasih sayang hanya berpengaruh dalam pendidikan jika ditampakkan secara lahiriah, supaya anak-anak sadar dan mengetahuinya secara langsung.
Orang tua yang cerdas adalah orang tua yang pandai mengekspresikan kasih sayangnya secara tepat kepada anak-anaknya sehingga bisa dirasakan langsung oleh mereka. Ketika anak merasakan bahwa orang tuanya menyukainya, peduli akan nasibnya, mengarahkannya pada perkembangan dan penyempurnaan dan memperhatikan pendidikannya, maka anak tersebut akan mencintai dan mengidolakan kedua orang tuanya.[14]

Salah satu masalah penting yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah bersikap adil dalam menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak Kasih sayang terhadap anak memiliki beberapa manfaat, di antaranya:[15]
Kasih sayang akan mendatangkan kesenangan dan kegembiraan. Semakin besar kasih sayang orang tua pada anak maka kegembiraan pada anak akan semakin besar pula dan menjadikan hati anak semakin peduli dan perhatian.
Anak belajar kasih sayang dari orang tua kemudian anak akan menerapkan kasih sayang tersebut kepada orang lain. Anak yang tidak merasakan kasih sayang akan mendapatkan pengaruh negatif pada tubuh dan jiwanya serta akan bermasalah dalam mempelajari kasih sayang sehingga anak tidak mampu mencintai dan menyayangi orang lain di masa yang akan datang.
Muncul rasa kepercayaan diri. Anak yang memiliki kepercayaan diri mampu memecahkan persoalan sendiri dan tidak mengharapkan bantuan dari orang lain. Dengan motivasi dan tekad yang besar, anak akan berusaha mencari solusi dari setiap masalah yang dihadapinya.
Kasih sayang akan memotivasi anak-anak untuk melakukan berbagai aktivitas dengan sukses. Di bidang pendidikan, anak akan menjadi orang yang cerdas dan terampil serta secara fisik anak akan tumbuh sehat.
Kasih sayang mampu menarik simpati anak. Dengan demikian, anak akan mudah dididik dan diarahkan oleh orang tua. Anak menyukai orang yang penyayang dan memahami keinginannya. Orang seperti ini, anak dapat temukan pada pribadi kedua orang tua sehingga anak akan menuruti perintah kedua orang tuanya.[16]
Orang tua dalam mencintai dan menyayangi anak-anak tidak dibenarkan untuk bersikap pilih kasih karena akan menyebabkan hilangnya kepercayaan anak-anak terhadap lingkungan keluarga sehingga anak-anak menjadi tidak betah untuk tinggal di rumah. Hal ini juga dapat menyebabkan hubungan antara orang tua dengan anak semakin jauh.
Orang tua memang penting tetapi kalau terlalu berlebihan akan mendatangkan akibat yang tidak diharapkan. Anak-anak adalah manusia yang masih kecil dan harus dididik untuk menyongsong masa depannya. Orang tua yang baik harus mempersiapkan sesuatu untuk masa depan anak-anaknya. Anak-anak harus dididik supaya menjadi manusia yang tangguh di hari esok. Jangan membiarkan anak-anak menjadi tidak berdaya dan selalu mengharapkan bantuan dari orang lain. Adapun akibat negatif dari kasih sayang yang berlebihan, diantaranya:[17]
(1)   Akan tumbuh sikap yang ingin selalu diperlakukan secara istimewa. Ketika hidup di tengah-tengah masyarakat, anak ingin semua orang memperlakukan dirinya seperti orang tuanya dulu melayani dirinya. Manusia seperti itu akan mudah putua asa kalau keinginannya tidak ada yang memperhatikan dan tidak memperoleh simpati dari orang lain.
(2)   Anak-anak yang selalu dimanja akan mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya
(3)   Anak-anak yang selalu dimanja akan menjadi anak yang sangat rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani mengambil resiko, dan selalu mengharapkan bantuan dari orang lain.
(4)   Anak-anak tidak mau lagi mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya. Orang tuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya menjadi gambaran semu dirinya.
(5)   Anak-anak yang selalu dimanjakan dengan segala kesenangan, kelak jika sudah besar akan tumbuh menjadi manusia yang sombong dan suka memaksakan kehendak.
Peran kasih sayang dalam pendidikan ruh dan jiwa peserta didik sangat penting seperti pentingnya makanan bagi pertumbuhan tubuh. Sebagaimana makanan yang kurang atau berlebihan dapat menyebabkan penyakit yang tidak diinginkan pada tubuh. Begitu pun kurangnya kasih sayang atau kasih sayang yang sangat berlebihan (terlalu dimanja) dapat merusak jiwa peserta didik.
Kasih sayang akan berdampak positif apabila dilakukan secara seimbang. Namun, jika kasih sayang orang tua berlebihan maka secara tidak sadar orang tua telah mengajak anak untuk melakukan perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini merupakan dampak dari metode pendidikan yang salah. Anak yang mendapatkan kasih sayang secara berlebihan (dimanja) cenderung akan menjadi malas, pasrah, lemah dan cepat putus asa ketika menghadapi masalah kecil dalam hidupnya.[18]
Orang tua harus mencintai anak-anak secara tulus, tetapi tetap objekti, yakni orang tua juga harus melihat sifat-sifat tercela anaknya, kemudian memperbaiki dengan pendekatan rasional. Menerima seperti itu saja keinginan dan perbuatan anak-anak tanpa mempertimbangkan kerugian dan kelebihannya akan berdampak negatif dalam pendidikan anak-anak dan dapat merusak karakter anak-anak yang sulit untuk diperbaiki seperti semula.[19]


[1] Muhammad Fauzil Adhim, Positive Parenting: Cara-Cara Islam Mengembangkan Karakter Positif pada Anak Anda, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), h. 234-236
[2] Ibid, h. 236
[3] Ibid, h. 236

[4] Ramayulis, Op., Cit, h. 101

[5]  Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 47.
[6] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia 1997), h. 11.
[7] Sahilun A. Nasir, Tinjauan Akhlak ( Surabaya: Al Ikhlas, 1991), h. 1
[8]  Ibnu Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak (Buku Dasar Pertama Tentang Etika) (Bandung Mizan 1994), hlm. 56.

[9]  Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI, 2005), hlm. 6

[10] Oemar Mohammad Atoumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399.
[11] Deplhie, B. Bimbingan Perilaku Anak. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy), 2005, h. 10

[12] Seefeldt, C. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. 2002, h.15
[13] Mahmud, D. Psikologi Suatu Pengantar. (Yogyakarta: BPFE.1990), h. 20

[14] Padmonodewo, S. . Pendidikan Anak Prasekolah. (Jakarta: Rineka Cipta. 2003), h.56
[15] Sadulloh, U. Pedagogik. (Bandung : Cipta Utama, 2007), h 65

[16] Wardani. Pengantar Pendidikan Anak. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2002)

[17]  Sadulloh, U, Op., Cit, h. 70
[18] Samples, B. Revolusi Belajar untuk Anak. (Bandung: Kaifa, 1999).

[19] Semiawan, C. Perunjuk Layanan dan Pembinaan Kecerdasan Anak. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002), h. 45

Tidak ada komentar: