. Nilai-nilai metode parenting efektif
Parenting adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap anak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Parenting menyangkut semua perilaku
orang tua sehari-hari baik yang berhubungan langsung dengan anak maupun tidak,
yang dapat ditangkap maupun dilihat oleh anak-anaknya, dengan harapan apa yang
diberikan kepada anak (pengasuhan) akan berdampak positif bagi kehidupannya
terutama bagi agama, diri, bangsa, dan juga negaranya. Maka oleh sebab itu
peranan orang tua sangat penting dalam mengembangkan fitrah atau potensi yang
ada pada anak. Adapun yang menjadi nilai dari metode parenting efektif
adalah :
Nilai-nilai spiritual
Setiap orang mempunyai kebutuhan
fundamental sesuai dengan fitrahnya yang meniliki jasmani dan rohani, dan
apabila dikaitkan dengan berbagai ragam hubungan manusia dalam kehidupannya, di
setiap hubungan tersebut ada hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan alam, manusia dengan manusia lain/masyarakat, dan manusia dengan dirinya
sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan rohaninya manusia melaksanakan nilai
spiritual dalam kehidupannya.
Nilai spiritual memiliki hubungan dengan
sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan sakral suci dan agung. Karena itu
termasuk nilai kerohanian, yang terletak dalam hati (bukan arti fisik), hati
batiniyah mengatur psikis. Hati adalah hakekat spiritual batiniah, inspirasi,
kreativitas dan belas kasih. Mata dan telinga hati merasakan lebih dalam
realitas-realitas batiniah yang tersembunyi di balik dunia material yang
kompleks. Itulah pengetahuan spiritual. Pemahaman spiritual adalah cahaya Tuhan
ke dalam hati, bagaikan lampu yang membantu kita untuk melihat.
Begitu kuatnya keyakinan terhadap kekuatan
spiritual sehingga ia dianggapa sebagai kendali dalam memilih kehidupan yang
baik dan atau yang buruk. Bahkan menjadi penuntun bagi seseorang dalam
melaksanakan perilaku dan sifat dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Setidaknya
ada tiga hal yang perlu orang tua berikan pada anak saat mereka mulai bisa kita
ajak berbicara. Pertama, memperkenalkan Allah kepada melalui sifat-Nya
yang pertama kali diperkenalkan, yakni al khaliq (Maha Pencipta). Orang tua menunjukkan
pada anak-anaknya bahwa kemana pun kita menghadap wajah kita, disitu kita
menemukan ciptaan Allah. Kita tumbuhkan kesadaran dan kepekaan pada mereka,
bahwa seagala sesuatu yang ada disekelilingnya adalah ciptaan Allah. Semoga dengan
demikian akan muncul kekaguman anak pada Allah. Ia merasa kagum, sehingga
tergerak untuk kagum kepada-Nya.[1]
Kedua, orang
tua ajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada
anggota badannya. Dari sinilah kita ajak mereka menyadari bahwa Allah yang
menciptakan semau itu. Perlahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah
dibalik kesempurnaan penciptaan anggota badannya. Katakan, misalnya pada anak
yang menjelang usia dua tahun, ‘mana matanya? Oh matanya dua, ya?
Berbinar-binar. Alhamdulillah Allah ciptakan mata yang bagus untuk kamu.[2]
Ketiga, memberi
sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali diperkenalkan oleh
Allah kepada kita, yakni al-Karim. Di dalam sifat ini terhimpun dua
sifat keagungan, yakni kemuliaan dan kepemurahan. Sebagai orangtua seharusnya
dapat mengasah kepekaan mereka untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat
pemurah Allah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan
pengharapan kepada Allah.[3]
Nilai-nilai pengendalian emosional
Emotional Quotion adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel
Golleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi
pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional
digerakkan oleh kemampuan intelektual atau “Intelligence Quotient” (IQ),
sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi.[4]
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk
“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif.
Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya
berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.
Kecerdasan emosi bukan berarti
memberikan kebebasan kepada perasaan ntuk berkuasa memanjakan perasaan
melainkan mengelola perasaan sendiri sedemikian mungkin sehingga terekspresikan
secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar
menuju sasaran bersama. Kecerdasan emosional lebih lanjut dapat diartikan
sebagai bentuk kepiawaian, kepandaian, dan ketepatan seseorang dalam mengelola
diri sendiri yang berhubungan dengan orang lain di sekeliling mereka dengan menggunakan
seluruh potensi psikologis yang dimilikinya seperti inisiatif, empati,
adaptasi, komunikasi, kerjasama dan kemampuan persuasi yang secara keseluruhan
telah mempribadikan pada diri seseorang.[5]
Nilai-nilai
akhlakul karimah
Akhlak menurut bahasa (etimologi) adalah
bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku,
atau tabi’at.[6]
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan ”khalq”
yang berarti kejadian’ serta erat hubungannya dengan ”khaaliq” yang berarti
pencipta dan“ makhluq” yang berarti yang diciptakan. Dalam bahasa Yunani
pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya
adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan, ethicos
kemudian berubah menjadi etika.[7]
Menurut istilah ada beberapa pengertian akhlak
yang dikemukakan para ahli ilmu. Ibnu Maskawaih menjelaskan akhlak yaitu: suatu
keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk bertindak tanpa dipikir dan
dipertimbangkan secara mendalam.[8]
Ahmad Amin dalam bukunya akhlak adalah kehendak yang dibiasakan atau kebiasaan
itu sendiri. Sedangkan menurut Al Ghozali dalam buku Abidin Ibnu Rusn, Akhlak
ialah : Suatu sikap yang mengakar dalam jiwa darinya lahir berbagai perbuatan
dengan mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan . Jika sikap
itu darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan
syarak, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan
tercela maka sikap tersebut di sebut akhlak yang buruk.
Ajaran akhlak atau budi pekerti mengacu pada
perbuatan baik manusia sebagai hamba Allah SWT. dan manusia sebagai makhluk sosial
kemasyarakatan. Baik dan buruknya harkat kemanusiaan bukan semata-mata dilihat
dari apa yang dimiliki dan apa yang disandangnya. Pembahasan akhlak terbagi
menjadi enam, yaitu; 1) akhlak terhadap allah SWT, 2) akhlak terhadap
Rasulullah SAW, 3) akhlak pribadi, 4) akhlak dalam keluarga, 5) akhlak dalam
masyarakat, 6) akhlak bernegara.[9]
1)
Akhlak
terhadap Allah SWT. Akhlak terhadap SWT meliputi: Taqwa; cinta dan ridho kepada
Allah SWT; ikhlas; khouf (takut kepada Allah SWT) dan raja’(berharap
kepada Allah SWT); tawakal (pasrah kepada Allah SWT setelah berusaha
maksimal); syukur; muraqobah (merasa dalam pengawasan Allah SWT); dan
taubat.
2)
Akhlak
terhadap Rasulullah SAW. Akhlak terhadap Rasulullah SAW meliputi mencintai dan
memuliakan Rasul, mengikuti dan mentaati Rasul, mengucapkan salawat dan salam
kepada Rasul
3)
Akhlak
pribadi. Akhlak pribadi meliputi; shiddiq (jujur), amanah (dapat di percaya), istiqomah (teguh dalam
iman dan islam), iffah (memelihara diri dari segala hal yang akan merendahkan
kita), mujahadah (berusaha sungguh-sungguh), syaja’ah (berani), tawadhu’
(rendah hati); malu; sabar; dan pemaaf.
4)
Akhlak
dalam keluarga. Akhlak dalam kelurga meliputi : birrul walidain (berbuat
baik kepada orang tua); hak, kewajiban dan kasih sayang suami istri. Kasih sayang
dan tanggung jawab orang tua terhadap anak serta silaturahmi dengan karib kerabat.
5)
Akhlak
bermasyarakat. Akhlak bermasyarakat meliputi : bertamu dan menerima tamu;
hubungan baik dengan tetangga, hubungan baik dengan masyarakat, pergaulan
muda-mudi, dan ukuwah islamiyah
6)
Akhlak
bernegara. Akhlak bernegara meliputi : musyawarah, menegakan keadilan, amar
ma’ruf nahi munkar, dan hubungan pemimpin dan yang dipimpin.
Salah satu tujuan pendidikan Islam yaitu, menumbuhkan anak
yang beriman dan bertakwa kepada Allah dan berakhlak utama karena adanya
pelajaran agama generasi yang sholeh dan bermanfa’at bagi dirinya dan
masyarakat.[10]
Target inti tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari
wujud nyata. Hal ini bisa berbentuk empiris dari seseorang, yaitu kepribadian
muslim yang istiqomah dalm memenuhi perintah Allah, dengan menjaga segala
sikap, tingkah laku, tidak lepas dari koridor agama Islam. Hal itu sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya
mempersiapkan anak untuk mencapai tujuan akhir, sedangkan tujuan utama yaitu
sebagai khalifah Allah yang beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara
total kepadanya.
Nilai-nilai kasih sayang
a) Pengertian kasih sayang
Kasih
sayang adalah pola hubungan yang unik diantara dua orang manusia atau lebih.
Kasih sayang adalah kebutuhan asasi setiap orang. Anak-anak yang dibesarkan
dalam limpahan kasih sayang, akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan kuat.
Kasih sayang mempengaruhi kesehatan fisik. Anak-anak yang dibesarkan dalam
limpahan kasih sayang orang tuanya, tubuhnya lebih sehat dari anak-anak yang
kurang mendapatkan kasih sayang.[11]
Kasih
sayang juga akan menyelamatkan anak-anak dari sifat kerdil. Anak-anak yang
kurang atau tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya akan tumbuh
sebagai anak yang merasa terkucilkan. Anak tersebut akan membenci orang tua,
orang lain dan kemungkinan besar akan menjadi anak-anak yang suka melakukan
hal-hal yang berbahaya. Dalam proses pendidikan di sekolah yaitu peran orang
tua digantikan oleh pendidik, pola hubungan mendidik perlu dilandasi oleh kasih
sayang dari pendidik kepada peserta didik agar terjalin ikatan perasaan yang
dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Kasih
sayang memiliki peranan yang penting dalam pengembangan ruh dan keseimbangan
jiwa anak-anak. Kondisi keluarga yang penuh dengan kasih sayang dapat
menimbulkan kelembutan sikap anak-anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan perhatian akan memiliki kepribadian
yang mulia, senang mencintai orang lain dan berperilaku baik dalam masyarakat.[12]
Kasih
sayang begitu penting karena ia memicu ketaatan dan kebersamaan. Antara kasih
sayang dan ketaatan memiliki ikatan kebersamaan. Hasil dari kasih sayang orang tua ini akan membuat
anak-anak tidak mudah mengabaikan tanggung jawab dan tugas yang diamanahkan
kepada mereka. Peran kasih sayang sangat penting dalam pengembangan ruh dan
keseimbangan jiwa anak-anak. Teguh atau tidaknya pendirian dan kebaikan
perilaku seorang anak bergantung besarnya kasih sayang yang diterima selama
masa pendidikan.
Manusia
secara alami membutuhkan kasih sayang. Hanya kasih sayang yang mampu mengubah
perilaku seseorang. Anak-anak, kalangan remaja hingga orang dewasa pun
sama-sama membutuhkan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang merupakan hal yang
sangat penting dalam sistem pengajaran dan pendidikan anak-anak. Ketika seorang
anak melihat ikatan kasih sayang pada kedua orang tuanya, maka hal tersebut dapat berpengaruh dalam
menjauhkannya dari perbuatan tercela.[13]
Anak-anak
dan remaja lebih membutuhkan kasih sayang dibandingkan orang dewasa. Dalam
dekapan kasih sayang, perasaan cinta dan kelembutan anak/remaja dapat
berkembang dengan baik dan akan berubah menjadi manusia yang ideal. Seorang
pendidik yang mengabaikan cinta dan kasih sayang, tidak akan mampu membangun
hubungan yang baik dengan peserta didiknya dan pendidik pasti gagal dalam
menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepada peserta didik.
Metode yang paling berpengaruh dan efektif dalam pendidikan
adalah pendekatan kasih sayang. Rasa cinta dan kasih sayang harus terlebih
dahulu menjadi jaminan ketenangan anak-anak di lingkungan keluarga sebelum berhadapan dengan berbagai aturan
dan keputusan yang dibuat oleh orang tua. Kebahagiaan dan ketenangan jiwa anak-anak akan terpenuhi jika sebuah keluarga dapat menjadi pusat ekspresi
perasaan, kasih sayang, dan kecintaan.
Salah
satu poin penting berkaitan dengan kasih sayang orang tua terhadap anak adalah
hendaknya orang
tua tidak hanya puas dengan memendam kasih sayang dalam batin karena kasih
sayang hanya berpengaruh dalam pendidikan jika ditampakkan secara lahiriah, supaya anak-anak
sadar dan mengetahuinya secara langsung.
Orang tua yang cerdas adalah orang tua yang pandai
mengekspresikan kasih sayangnya secara tepat kepada anak-anaknya sehingga bisa
dirasakan langsung oleh mereka. Ketika anak merasakan bahwa orang tuanya
menyukainya, peduli akan nasibnya, mengarahkannya pada perkembangan dan
penyempurnaan dan memperhatikan pendidikannya, maka anak tersebut akan mencintai
dan mengidolakan kedua orang tuanya.[14]
Salah satu masalah penting yang perlu diperhatikan
oleh orang tua adalah bersikap adil dalam menunjukkan kasih sayang kepada
anak-anak Kasih sayang terhadap anak memiliki beberapa manfaat, di antaranya:[15]
Kasih
sayang akan
mendatangkan kesenangan dan kegembiraan. Semakin besar kasih sayang orang tua
pada anak maka kegembiraan pada anak akan semakin besar pula dan menjadikan
hati anak semakin peduli dan perhatian.
Anak
belajar kasih sayang dari orang tua kemudian anak akan menerapkan kasih sayang
tersebut kepada orang lain. Anak yang tidak merasakan kasih sayang akan
mendapatkan pengaruh negatif pada tubuh dan jiwanya serta akan bermasalah dalam
mempelajari kasih sayang sehingga anak tidak mampu mencintai dan menyayangi
orang lain di masa yang akan datang.
Muncul
rasa kepercayaan diri. Anak yang memiliki kepercayaan diri mampu memecahkan
persoalan sendiri dan tidak mengharapkan bantuan dari orang lain. Dengan motivasi dan tekad
yang besar, anak akan berusaha mencari solusi dari setiap masalah yang
dihadapinya.
Kasih
sayang akan memotivasi anak-anak untuk melakukan berbagai aktivitas dengan sukses. Di bidang
pendidikan, anak akan menjadi orang yang cerdas dan terampil serta secara fisik
anak akan tumbuh sehat.
Kasih
sayang mampu
menarik simpati anak. Dengan demikian, anak akan mudah dididik dan diarahkan
oleh orang tua. Anak menyukai orang yang penyayang dan memahami keinginannya.
Orang seperti ini, anak dapat temukan pada pribadi kedua orang tua sehingga
anak akan menuruti perintah kedua orang tuanya.[16]
Orang
tua dalam mencintai dan menyayangi anak-anak tidak dibenarkan untuk bersikap
pilih kasih karena akan menyebabkan hilangnya kepercayaan anak-anak terhadap
lingkungan keluarga sehingga anak-anak menjadi tidak betah untuk tinggal di rumah. Hal ini
juga dapat menyebabkan hubungan antara orang tua dengan anak semakin jauh.
Orang
tua memang penting tetapi kalau terlalu berlebihan akan mendatangkan akibat
yang tidak diharapkan. Anak-anak adalah manusia yang masih kecil dan harus
dididik untuk menyongsong masa depannya. Orang tua yang baik harus
mempersiapkan sesuatu untuk masa depan anak-anaknya. Anak-anak harus dididik
supaya menjadi manusia yang tangguh di hari esok. Jangan membiarkan anak-anak
menjadi tidak berdaya dan selalu mengharapkan bantuan dari orang lain. Adapun
akibat negatif dari kasih sayang yang berlebihan, diantaranya:[17]
(1)
Akan
tumbuh sikap yang ingin selalu diperlakukan secara istimewa. Ketika hidup di
tengah-tengah masyarakat, anak ingin semua orang memperlakukan dirinya seperti
orang tuanya dulu melayani dirinya. Manusia seperti itu akan mudah putua asa
kalau keinginannya tidak ada yang memperhatikan dan tidak memperoleh simpati
dari orang lain.
(2)
Anak-anak yang
selalu dimanja akan mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya
(3)
Anak-anak yang
selalu dimanja akan menjadi anak yang sangat rentan dengan masalah, kehilangan
kepercayaan diri, tidak berani mengambil resiko, dan selalu mengharapkan
bantuan dari orang lain.
(4)
Anak-anak tidak
mau lagi mengembangkan diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
Orang tuanya telah memenuhi segala keinginannya, pujian dan segalanya menjadi
gambaran semu dirinya.
(5)
Anak-anak yang
selalu dimanjakan dengan segala kesenangan, kelak jika sudah besar akan tumbuh
menjadi manusia yang sombong dan suka memaksakan kehendak.
Peran kasih sayang dalam pendidikan
ruh dan jiwa peserta didik sangat penting seperti pentingnya makanan bagi
pertumbuhan tubuh. Sebagaimana makanan yang kurang atau berlebihan dapat
menyebabkan penyakit yang tidak diinginkan pada tubuh. Begitu pun kurangnya
kasih sayang atau kasih sayang yang sangat berlebihan (terlalu dimanja) dapat
merusak jiwa peserta didik.
Kasih sayang akan berdampak positif
apabila dilakukan secara seimbang. Namun, jika kasih sayang orang tua
berlebihan maka secara tidak sadar orang tua telah mengajak anak untuk
melakukan perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini merupakan dampak dari
metode pendidikan yang salah. Anak yang mendapatkan kasih sayang secara
berlebihan (dimanja) cenderung akan menjadi malas, pasrah, lemah dan cepat putus asa ketika menghadapi masalah kecil dalam hidupnya.[18]
Orang tua harus mencintai anak-anak
secara tulus, tetapi tetap objekti, yakni orang tua juga harus melihat sifat-sifat
tercela anaknya, kemudian memperbaiki dengan pendekatan rasional. Menerima seperti itu saja
keinginan dan perbuatan anak-anak tanpa mempertimbangkan kerugian dan kelebihannya
akan berdampak negatif dalam pendidikan anak-anak dan dapat merusak karakter anak-anak yang sulit untuk diperbaiki seperti semula.[19]
[1] Muhammad
Fauzil Adhim, Positive
Parenting: Cara-Cara Islam Mengembangkan Karakter Positif pada Anak Anda, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), h. 234-236
[5] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi
Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2003),
hal. 47.
[6] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung:
Pustaka Setia 1997), h. 11.
[8] Ibnu
Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak (Buku Dasar Pertama Tentang Etika)
(Bandung Mizan 1994), hlm. 56.
[10] Oemar Mohammad Atoumy al-Syaibani, Falsafah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 399.
[11] Deplhie, B.
Bimbingan Perilaku Anak. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy), 2005, h. 10
[12] Seefeldt,
C. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks. 2002, h.15
[13] Mahmud, D. Psikologi
Suatu Pengantar. (Yogyakarta: BPFE.1990), h. 20
[14] Padmonodewo,
S. . Pendidikan Anak Prasekolah. (Jakarta: Rineka Cipta. 2003), h.56
[15] Sadulloh,
U. Pedagogik. (Bandung : Cipta Utama, 2007), h 65
[16] Wardani. Pengantar
Pendidikan Anak. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2002)
[18] Samples, B.
Revolusi Belajar untuk Anak. (Bandung: Kaifa, 1999).
[19] Semiawan,
C. Perunjuk Layanan dan Pembinaan Kecerdasan Anak. (Bandung: Remaja Rosdakarya.
2002), h. 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar